Uforia sekuel Ada Apa dengan Cinta 2 (AADC 2) masih sangat terasa, memasuki pekan ketiga sejak awal peluncurannya 28 April 2016, penonton masih rela mengantri lama-lama demi menyaksikan kelanjutan drama chick flick antara Rangga & Cinta.
Menurut data terakhir saat tulisan ini tayang. AADC 2 sudah disaksikan kurang lebih dua juta-an penonton. Data yang setidaknya sangat melegakan disaat waktu tayang AADC 2 bersamaan dengan tayangnya film-film Hollywood, seperti Captain America: Civil War.
Suka atau tidak, Ada Apa dengan Cinta merupakan film yang didaulat menjadi icon bagi generasi sembilan puluhan. Sejak pertama kali tayang tahun 2001, AADC begitu fenomenal dan tentunya kisah Rangga & Cinta sangat membekas dikalangan remaja (saat itu). Jeda kemunculan AADC selama 14 tahun menjadikan sekuel ini sebagai ajang bagi para bapak-bapak dan mamah-mamah muda untuk bernostalgia.
Oke, bagi yang sudah menonton. Mari sejenak kita tanggalkan scene yang ena-ena, senyum Cinta (Dian Sastro) yang begitu absolute, soft selling brand yang bikin nganu, serta puisi rangga yang kehilangan ruang di sepanjang film. Sekarang kita coba mengenal sosok lain, sosok Seniman yang karya-karyanya dalam film begitu disukai Cinta.
Tidak hanya Aan Mansyur, sastrawan generasi muda yang didapuk sebagai penulis puisi untuk film ini. Ada pula beberapa seniman/artist Yogyakarta yang diberi ruang untuk menampilkan karya-karyanya, diantaranya: Marzuki Mohammad a.k.a Kill the DJ (musisi), Papermoon Puppet Theatre, Pepeng (Klinik Kopi) dan Eko Nugroho (perupa). Nama mereka pun akhirnya muncul kepermukaan dan menjadi perbincangan para penonton.
Adalah Eko Nugroho, seniman kontemporer muda asal Yogyakarta. Ia dikenal sebagai seniman yang merespon permasalahan urban dalam bentuk mural, instalasi atau Bordir.
Bila kita lihat masa lalunya, bakat berkesenian Eko Nugroho sudah terlihat sejak kecil. Saat ia mulai hobi mencorat-coret tembok rumahnya dan tetangga. Dengan mendapat dukungan dari keluarga untuk terus berkecimpung dalam dunia kreatif, menjadikan bakat berkeseniannya semakin hari semakin terasah.
Jika nama Eko Nugroho masih terdengar asing. Mungkin Anda pernah melihat karya mural atau bordir dengan nama Daging Tumbuh (DGTMBH)?. Yap, Eko Nugroho merupakan Inisiator serial komik Daging Tumbuh yang ia terbitkan tahun 2000 lalu.
Kenapa Eko Nugroho begitu penting dan patut kita ketahui. Gini deh, selain travelling, Tahukan salah satu alasan lain kenapa Cinta ingin liburan ke Jogja? Hiyak betul. Dengan menyaksikan pameran seni, secara tidak langsung mengukuhkan bahwa karakter Cinta adalah penyuka seni. Iyakan?. Lalu, tahukan momen ngakngikngok terjadi di mana? Iyak bener juga. Udah jangan diterusin.
Di pameran seni, Backround Mural dan instalasi karya Eko Nugroho secara tidak langsung mampu memberikan kesan magis dan kejutan-kejutan lain antara Rangga dan Dian.
Dalam melakukan proses kreatif, pesan yang ingin disampaikan pada setiap karya-karya Eko begitu dinamis dan syarat tafsir. Unsur kritik sosial dan permasalahan urban sangat jelas terasa, baik dalam karya berupa mural atau pun seni instalasi.
Salah satu mural kritik sosialnya berbentuk Spanduk berukuran 20x20 meter bertemanakan “Lawan Mafia Peradilan”, sempat terpampang di depan Gedung KPK, saat perayaan Hari Anti Korupsi. Jakarta, Selasa, 22 Desember 2009.
Sejak Februari lalu, nama Eko Nugroho sempat muncul dan menjadi perbincangan banyak orang khususnya di Indonesia, saat ia diajak untuk melakukan kolaborasi dengan brand fashion kenamaan asal Paris, Louis Vuitton. Cara penyebutannya “Luis Vwittong” ya, bukan “Luis Pitong”. Gituh. Brand fashion kelas atas - yang harga scarf-nya lebih mahal dari gaji guru honorer sebulan.