Sebagian dari kita tentu suka menonton film dan pastinya akan ada banyak alasan kenapa orang suka menonton film. Sekedar mencari hiburan atau memang sudah menjadi kebiasaan. Apa pun alasannya, tentu boleh.
Ketika masih tinggal di Yogyakarta dan sering mengikuti “Screening film”, saya menjumpai salah satu kegiatan menonton film yang unik, yaitu Bioscil, singkatan dari “Bioskop Kecil” (selanjutnya ditulis Bioscil). Bioscil merupakan kegiatan kolektif yang bertujuan menciptakan ruang alternatif dalam menonton film. Sebagai ruang alternatif menonton film, Bioscil umumnya menyuguhkan tontonan/kegiatan yang bersifat “edukatif” dan melibatkan penonton.
Edukatif dan melibatkan penonton? Iya, edukatif di sini tidak melulu soal A to Z atau teori-teori yang membosankan. Ada banyak wadah atau metode menarik lainnya yang dapat kita gunakan, salah satunya melalui medium film.
Film dapat dijadikan medium "belajar", wadah alternatif lain untuk bertukar informasi, budaya, sosial, dan lain-lain. Melibatkan penonton? Penonton dalam kegiatan ini tidak hanya duduk manis menonton, film selesai, lalu pulang. Karena akan ada banyak kegiatan yang disuguhkan, sebelum dan sesudah kegiatan, seperti workshop, diskusi, kuis, storytelling dan banyak lagi kegiatan yang menghibur.
Bioscil diinisiasi oleh dua individu, Hindra Setya (Hindra) dan Rifqi Mansur Maya (Kiki) tahun 2011, Ini merupakan bentuk kecintaan mereka atas tontonan film dan percakapan-percakapan setelahnya. Bioscil percaya bahwa, melalui film, kita bisa menambah pemahaman yang lebih dalam, pengenalan yang lebih baik atas manusia, alam, pengetahuan, dan isu-isu sosial yang sedang terjadi.
Film yang umumnya diputar di Bioscil bertemakan anak-anak dan remaja. Genre ini sengaja dipilih karena dianggap bahwa penonton anak-anak dan remaja dilihat kurang untuk terlibat aktif dalam membicarakan isu-isu di dalam sebuah pemutaran film —yang filmnya itu sendiri memuat tentang dunia mereka — anak/remaja.
Setelah menonton film, kita kadang sering terjebak pada pembicaraan mengenai teknis pembuatan film, namun lupa akan isu yang diungkap dalam film tersebut, dan karakter acara pemutaran film yang membuat penonton pasif.
Oleh karena itu, Bioscil juga menekankan pendekatan Storytelling (bertutur/menceritakan cerita) setelah pemutaran berlangsung agar penonton (anak dan remaja) ini berani berpendapat, berefleksi atas pengalaman—diri sendiri atau orang lain, dan melihat situasi di lingkungannya dengan merujuk pada film yang ditonton.
Selain sebagai ruang alternatif menonton film-film pendek yang baik dan inspiratif, Bioscil mempercayai bahwa ruang kecil ini nantinya bisa memfasilitasi proses belajar yang kreatif dan mandiri untuk anak-anak dan remaja, seluas-luasnya.
Oh iya, Mari sejenak kita Lupakan Kursi bersusun, ruang ber-AC, sound yang besar, Popcorn dan ruang yang megah, karena di Bioscil tidak (belum?) ada itu. Menyaksikan kegiatan Bioscil sama dengan melihat pergelaran layar tancap era 90-an. Sederhana namun berkesan.
Pada setiap kegiatan yang dilakukan, Bioscil tidak hanya menyuguhkan sebuah tontonan film, akan tetapi, ada banyak kegiatan yang dilakukan seperti workshop, Menonton film, Story telling dan kegiatan lainnya.
Sepanjang kegiatan yang sudah dilakukan, umumnya peserta dalam kegiatan ini adalah anak-anak, akan tetapi tidak menutup kemungkinan kegiatan yang dilakukan Bioscil akan merambah ke ranah remaja atau bahkan dewasa.
Sejak tahun 2012, sudah banyak tempat yang telah dikunjungi oleh Bioscil, di antaranya adalah Sekolah Mborosot, Deaf Art Community, Home Schooling Yogyakarta, Komunitas Ocean Of Life - Gunung Kidul dan masih banyak tempat lain yang akan dikunjungi Bioscil.
Dari beberapa film yang sudah diputar dalam kegiatan Bioscil, umumnya merupakan karya sutradara muda asal Yogyakarta, seperti, BW Purba Negara, yang merupakan sutradara dari film Bermula dari A dan Say Hello to Yellow, Kemudian adalah Senoaji Julius, sutradara film Gazebo, 2 film yang diapresiasi pada kegiatan Bioscil merupakan film-film pendek yang sering mendapat penghargaan dari festival film di luar maupun dalam negeri.
Ketika tontonan bioskop mulai tidak "ramah" dengan anak-anak dan kantong kelas menengah ke bawah. TV pun ikut-ikutan sering tidak menyuguhkan tontonan yang seharusnya. Akan ada banyak ketimpangan sosial di antara kita dalam menikmati hiburan dan segmentasi tontonan yang salah sasaran. Kegiatan-kegiatan seperti Bioscil (sejenis) ini menarik dan penting, karena selain dapat menyuguhkan hiburan yang sesuai ia juga mampu mengantarkan film menjumpai penontonnya.
***
Penulis sudah Izin -dan telah diizinkan- untuk menggunakan materi berupa tulisan maupun visual yang digunakan dalam tulisan ini.
Refrensi:
- bioscil.blogspot.com
- flickr.com
- Sumber Foto: bioscil.blogspot.com/search/label/foto
- rifqimansurmaya.blogspot.com
- Youtube: Bioscil
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H