Lihat ke Halaman Asli

IMRON SUPRIYADI

Jurnalis Tinggal di Palembang

Wartawan Ikan Seluang

Diperbarui: 13 Oktober 2015   23:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Cerpen Imron Supriyadi

Pagi menjelang siang, Wikram baru saja membuka matanya. Ia tatap hamparan Sungai Musi dari jendela hotel tempat dia menginap. Kedua tangannya berkacak pinggang. Sesekali ia garuk-garuk kepala bagian belakang. Kali ini tangan kanannya menutup mulutnya karena menguap. Tangan kirinya meraih handphone. Ia baru sadar kalau pagi itu sudah pukul 08.30 WIB. Praktis, Wikram tak akan dapat lagi sarapan pagi dari hotel.

“Dik, kita sarapan di luar aja,” Wikram mengajak Jono melalui telpon kamar.

“Siap, Mas. Siap!” jawab Jono seperti mendapat perintah komandannya.

Hari itu adalah bulan pertama Wikram berada di Palembang. Sebelumnya, Wikram sudah melang-lang buana menjadi wartawan di seantero nusantara. Bahkan di dalam maunpun luar negeri. Sebagai wartawan yang berlatar belakang Desk Kriminal, Wikram sangat proporsional jika kemudian ditempatkan di Palembang. Feeling Nahdi Nakis, CEO Java Media Group sangat kuat melihat potensi Wikram. Palembang belakangan ladang basah bagi koran yang beraliran kriminal dan olah raga.  Faktanya, hasil penelitian dari lembaga berkelas dunia, mayoritas pembaca di Palembang cenderung meminati olah raga dan kriminal. Sisanya politik, pendidikan, sosial dan budaya.

Wikram baru saja turun dari lantai tiga. Tampaknya Jono sudah lama menunggu. Jono berdiri ketika kemudian Wikram mendekatinya.

“Oke, Mas kita berangkat,” Jono.

“Enaknya sarapan dimana, Dik?” tanya Wikram yang agak asing dengan Palembang.

“Sambil jalan aja, Mas,” ujar Jono.

Pada sebuah kedia sederhana di pinggir Sungai Musi, Jono dan Wikram sarapan bareng. Sebagai wartawan yunior, Jono tak mau banyak tanya pada Wikram. Dari bahasa tubuhnya, ada masih ada jarak antara Wikram dan Jono. Mungkin Jono sadar diri dengan jenjang karirnya yang sangat jauh dibanding Wikram. Meskipun secara intelektual, mungkin Jono tidak kalah dengan Wikram. Tapi karena jam terbang Wikram lebih tinggi sehingga Jono harus mengakui kalau karir jurnalistiknya jauh dibawah Wikram.

“Aduh, Dik disini nggak ada WC Umum, ya?” seketika Wikran terasa ingin buang air besar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline