Lihat ke Halaman Asli

Sandika Wandara

Aktivis, Penulis dan Wiraswasta

Golput dalam Pilkada: Bentuk Protes atau Pilihan Bijak?

Diperbarui: 26 November 2024   04:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Golongan Putih (Golput): Sumber Foto Pixelab Sandika

Golput dalam Pilkada: Bentuk Protes atau Pilihan Bijak?

"Pilkada adalah panggung rakyat. Dengan golput, kamu menyerahkan panggung itu tanpa memberi pesan"

Golongan putih (golput), atau keputusan untuk tidak menggunakan hak pilih dalam pemilu atau pilkada, selalu menjadi topik yang memicu perdebatan di tengah masyarakat. Sebagian memandangnya sebagai tindakan pasif yang merugikan demokrasi, sementara yang lain menganggapnya sebagai bentuk protes terhadap situasi politik yang mengecewakan. Namun, apakah golput adalah pilihan yang bijak?  

Golput Sebagai Bentuk Protes

1. Ketidakpuasan terhadap Kualitas Kandidat

 Dalam beberapa pilkada, masyarakat merasa bahwa tidak ada satu pun kandidat yang benar-benar mampu membawa perubahan positif. Golput, dalam hal ini, menjadi cara untuk menunjukkan ketidakpuasan terhadap kualitas kandidat yang ditawarkan.  

2. Menyoroti Kelemahan Sistem Politik

 Tingginya angka golput sering dianggap sebagai cermin dari kelemahan sistem politik. Hal ini bisa menjadi sinyal bagi partai politik dan penyelenggara pemilu untuk berbenah agar lebih mendengar aspirasi rakyat.  

3. Menghindari Kompromi Nilai

Sebagian orang memilih golput karena merasa tidak satu pun kandidat yang sejalan dengan nilai-nilai mereka. Memilih dianggap sebagai kompromi terhadap prinsip mereka, sehingga golput menjadi pilihan yang lebih bermoral.  

Golput Sebagai Pilihan yang dipertanyakan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline