Lihat ke Halaman Asli

Kabar Bali Terkini

Kebar Terkini Dari Bali

Melestarikan atau Merusak?

Diperbarui: 26 Oktober 2020   15:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Ditulis oleh : Dwi Purnomo (Penasehat Asosiasi UPK DAPM NKRI)

Agak terkejut ketika ada opini dari Bpk. Menteri Desa, PDTT dengan judul " Mengembalikan Hak Ekonomi Masyarakat Desa. " Karena kontradiksi , mengandung kesan seolah ada yang menghilangkan hak ekonomi masyarakat desa serta framing yang mengkambing hitamkan UPK dalam tulisan opini tersebut.

Dapat kami sampaikan bahwa PNPM MPd telah resmi berakhir sejak 31 Desember 2014 sebagaimana tertuang dalam dokumen Berita Acara Serah Terima No. 100/1094/SJ dan No. 01/BA/M-DPDT/IV/2015. " serah terima " dalam opini Mendes menafsirkan bahwa yang diserahkan termasuk juga asset kelembagaan maupun dana bergulir eks. PNPM MPd , itu kontra diksi dengan yang tertulis sebelumnya dalam alinea 4 yang menyatakan bahwa PPK/PNPM MPd bentuk kegiatannya BLM yang bersumber dari Bansos / Hibah. 

Bagaimana mungkin dana BLM yang sudah dihibahkan / dilepas dan bergulir / ditangan masyarakat Kecamatan (Desa &/ Kelurahan) penerima BLM/Bansos tersebut diserah terimakan ? dari siapa & kepada siapa?

Opini yang mengatakan terjadinya perbedaan tafsir terkait keberlanjutan pengelolaan DBM oleh UPK telah memunculkan banyak permasalahan yang bertentangan dengan UU Desa dan bermuara pada penurunan kualitas partisipatif masyarakat. DBM hanya dinikmati pengelola/pengurus ; masyarakat desa sebagai pemilik DBM tidak dapat menerima manfaatnya. 

Dapat kami sampaikan bahwa perbedaan tafsir bukan ditimbulkan oleh UPK tetapi memang terjadi disharmoni PerUU yang dipaksakan oleh Kemendes serta tidak adanya exit strategi yang baik. Kode etik di UPK salah satunya adalah dilarang pinjam dana UEP/SPP yang dikelolanya sendiri, asset bisa berkembang itu karena berkembangnya pemanfaatan oleh kelompok masyarakat baik kualitas maupun kuantitasnya. Bukan karena dinikmati pengelola/pengurus .

Opini Mendes yang mengatakan pengelolaan DBM tidak sesuai dengan petunjuk teknis operasional PNPM-MPd. Dalam kondisi minim pembinaan dan pengawasan, beberapa UPK mengidentifikasi dirinya sebagai "penguasa" aset dan dana bergulir.

Ini opini framing lama tahun 2009 an , perlu diketahui pasca program Kelembagaan UPK masih mengacu baik tahapan maupun system PTO yang dimuat dalam AD-ART ataupun Akta Notaris. management keuangan UPK tetap sesuai PTO dimana Surplus Tahunan dipergunakan untuk Penambahan Modal minimum 50% , Pengembangan Kelembagaan max 35% dan Dana Sosial Untuk Warga Miskin minimum 15% artinya masyarakat (kelompok) itu memberi bantuan dari hasil UEP/SPP kepada warga miskin tanpa meminta dari APBN/APBD ; kalaupun ada beberapa UPK yang mengidentifikasi diri sebagai " penguasa " maka kenapa tidak dilakukan tindakan , peringatan atau pembinaan terhadap UPK bersangkutan ? bukan lantas menggeneralisir semua UPK buktinya lebih banyak UPK yang konsisten amanah walau menghabiskan waktu usia produktifnya demi pengentasan kemiskinan dan BLM berkembang.

Opini Mendes yang mengatakan, "privatisasi" kelembagaan UPK beserta aset-asetnya. Ada upaya pengalihan bentuk kelembagaan yang semula bersifat ad hoc ke dalam bentuk lembaga privat seperti koperasi, perusahaan/perseroan terbatas (PT), dan perkumpulan berbadan hukum (PBH). Filosofi perguliran dana masyarakat sejak awal (PNPM-MPd) sangat berbeda dengan praktik lembaga keuangan mikro. Sehingga pilihan menjadikannya sebagai lembaga keuangan mikro, baik dalam badan hukum PT ataupun koperasi, bukanlah pilihan tepat.

Dapat kami sampaikan bahwa pada awal PPK dulu sifat UPK adalah ad hoc karena fungsi utamanya adalah menyalurkan BLM ke masyarakat penerima , tetapi karena terbukti UPK mampu mengembangkan BLM yang digulirkan maka sifatnya diubah menjadi permanen ( PTO X ), selanjutnya agar dana bisa lestari disepakati system kepengurusan UPK tidak periodesasi namun ditentukan sampai batas usia pensiun. Dengan demikian tercipta system kaderisasi dan tidak terputusnya hubungan dengan kelompok UEP/SPP. Tidak ada niat sedikitpun memprivatisasi apalagi mengalihkan asset oleh UPK , justru pasca program legalitas itu untuk melindungi aset dan itu atas dasar Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015. Maka kalau pilihan bentuk badan hukum itu dikatakan tidak tepat sebaiknya Bpk. Menteri 

Desa, PDTT mengatakan kepada Bpk. Presiden ?!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline