Lihat ke Halaman Asli

Inalum, Hatta Rajasa, dan Bukan Dahlan

Diperbarui: 24 Juni 2015   05:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Proses negosiasi bisnis antara pemerintah Indonesia dan Inalum yang dikuasai Jepang sudah berlangsung sangat lama. Negosiasi bisnis ini berakhir manis untuk kedua belah pihak. Pemerintah Indonesia mengakuisisi 58.8% saham milik Jepang di Inalum per akhir Oktober kemarin. Dan sekarang PT Inalum adalah 100% milik Indonesia.

Pengambilalihan atau takeover atas Inalum oleh pemerintah Indonesia ini berlangsung sunyi sebenarnya. Apakah ini disebut nasionalisasi? Iya! Persis, ini disebut nasionalisasi. Tapi hebatnya, nasionalisasi Inalum yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap bekas penjajahnya ini berlangsung tanpa gaduh dan tanpa heboh seperti misalnya di Venezuela atau Bolivia.

Negosiator utama yang mewakili pemerintah Indonesia adalah Menko Perekonomian, Hatta Rajasa. Hatta memang menjalankan amanahnya sebagai koordinator menteri-menteri yang sedang membahas persoalan penataan tambang dan mineral di Indonesia. Senafas dengan Amien Rais, tokoh reformasi yang paling konsisten dalam menyuarakan nasionalisasi perusahaan asing, Hatta telah menjalan tugasnya dengan sempurna.

Hatta Rajasa mampu menerjemahkan secara teknis dalam negosiasi bisnis dengan Inalum ini sebagai bagian dari nasionalisme pertambangan yang konsisten diangkat oleh Amien Rais.

Hatta, yang dikenal sebagai negosiator yang cerdas, memang sangat diperlukan ketika marwah bangsa dipertaruhkan untuk urusan-urusan ekonomi seperti pertambangan dalam kasus Inalum ini. Sebenarnya banyak juga tokoh atau menteri yang juga bisa dipasrahi untuk memimpin negosiasi dengan pihak Jepang, tapi mengapa lantas Hatta yang menjalankan amanah ini?

Hatta Rajasa memang sudah sejak awal berkecimpung dalam dunia pertambangan. Menghadapi politik pertambangan seperti kasus Inalum membutuhkan pengetahuan yang cukup matang dari negosiator Indonesia. Saya sempat terbayang kenapa tidak, misalnya, Dahlan Iskan secara dia adalah menteri BUMN sekarang yang mengelola Inalum pasca-nasionalisasi? Tapi Dahlan bukan orang tambang. Hatta pun memenuhi unsur kecakapan pengetahuan teknis ini.

Dalam negosiasi, dibutuhkan orang yang tidak meledak-ledak dan bisa menjaga postur serta track record sebagai negosiator yang terbuka dengan segala opsi. Urusan negosiasi bisnis Inalum ini tentu tidak hanya dengan pihak Jepangnya saja. Tapi meja negosiasi juga harus dilakukan dengan komisi XI DPR RI yang terdiri dari berbagai macam partai, entah yang koalisi maupun yang oposisi.

Hatta menghadapi meja perundingan yang sifatnya multiple tables of negotiation. Di tiap meja perundingan ini, Hatta bisa menyelesaikan dengan sempurna karena berhasil menjamin kepentingan tiap pihak tidak terganggu. Di meja perundingan dengan Komisi XI DPR RI, yang dipakai adalah kebutuhan suplai aluminium nasional agar tidak menyalahi Undang-Undang yang sudah dibuat oleh dewan sendiri. Di meja perundingan dengan Jepang, konsorsium NAA milik Jepang dijamin bahwa investasi yang telah mereka lakukan di Inalum dikompensasi dengan cukup oleh pemerintah Indonesia.

Hatta telah berhasil memenangkan dua meja perundingan ini dengan sangat baik.

Lalu, bagaimana nasib Inalum pasca-nasionalisasi? Inilah yang akan menjadi pekerjaan rumah Hatta Rajasa. Hatta harus bisa menjaga kepercayaan dan kebanggaan rakyat Indonesia yang telah menasionalisasi Inalum tanpa gaduh ini dengan hati-hati. Hatta harus bisa menjaga bahwa PT INALUM memang akan diposisikan sebagai perusahaan tambang nasional yang berkaliber global. Jangan sampai Inalum setelah dinasionalisasi pada akhirnya hanya menjadi bancakan para elit bisnis nasional sehingga produktivitasnya tidak jelas. Hatta harus mengawal terus hingga Inalum menjadi multinational corporation milik pemerintah Indonesia yang bisa memenuhi suplai nasional sekaligus juga surplus untuk diekspor dengan harta kompetitif di pasar internasional.

Indonesia ternyata bisa nasionalisasi di abad 21 ini!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline