Lihat ke Halaman Asli

Sulfiza Ariska

Penulis lepas dan pecinta literasi

Imajinasi Ekologis sebagai Basis Aksi untuk Mewujudkan Masa Depan Lingkungan Suistainable

Diperbarui: 7 Februari 2024   00:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Imajinasi, menurut Albert Einstein, jauh lebih penting daripada pengetahuan. Pengetahuan bersifat terbatas, sedangkan imajinasi meliputi seluruh dunia. 

Bagiku, pernyataan Einstein tersebut berlaku di seluruh tindakan manusia, termasuk aksi untuk mewujudkan masa depan lingkungan suistainable. 

Einstein dan imajinasi. Sumber:wikipedia.com

Bila kita bercermin pada teori pikiran bawah sadar yang dirumuskan Bruce Lipton, imajinasi merupakan paparan informasi yang berulang kali sehingga tertanam dalam pikiran bawah sadar dan menggerakkan pola perilaku manusia. Ilmuwan Jepang, Kazuo Murakami, menyebut imajinasi sebagai informasi yang tertanam dalam DNA manusia dan menggerakkan pola perilaku manusia.

Untuk mewujudkan masa depan lingkungan suistainable, kita perlu meretas imajinasi di sektor ekologis (imajinasi ekologis). Tanpa imajinasi ekologis sebagai basisnya, aksi untuk mewujudkan masa depan lingkungan suistainable akan selalu mengalami hambatan yang menjauhkan kita dari tujuan.

Imajinasi Ekologis dalam Kitab Suci

Sebagai seorang Muslim, aku menjadikan ayat-ayat dalam al-Qur’an sebagai sumber imajinasi dalam menjalani kehidupan, termasuk dorongan untuk mewujudkan masa depan lingkungan suistainable. 

Salah satu ayat al-Qur'an yang menginspirasiku adalah Al-Baqarah ayat 115: Dan milik Allah timur dan barat. Ke mana pun kamu menghadap di sanalah wajah Allah. Sungguh, Allah Mahaluas, Mahamengetahui

Ayat tersebut membentuk imajinasi – dalam pikiran bawah sadarku -- untuk menghargai alam semesta karena aku memandang alam sebagai representasi wajah Tuhan. Dengan demikian, ayat dalam Kitab Suci tersebut menuntunku untuk memiliki imajinasi ekologis. 

Sebagai manifestasi iman – berbasis imajinasi ekologis – aku terpicu untuk melakukan aksi-aksi dalam mewujudkan lingkungan lingkungan suistainable. Aku meyakini upaya tersebut sebagai ibadah dan bernilai pahala. Di sisi lain, tindakan yang merusak alam memiliki nilai dosa karena merusak representasi wajah Tuhan. Dengan demikian, imajinasi dari kitab suci meneguhkan keyakinanku bahwa upaya mewujudkan lingkungan suistainable merupakan sebuah manifestasi dari kesalehan dan iman.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline