'Akar Tionghoa' merupakan motif ukiran tradisional Minangkabau yang sangat istimewa. Selain memperkaya daya estetik Rumah Gadang, akar Tionghoa juga mengukuhkan kebudayaan Tionghoa 'terutama kebudayaan etnis Tionghoa perantau' dalam konstelasi kebudayaan Minangkabau.
Keberadaan 'akar Tionghoa' di Rumah Gadang membuktikan masyarakat tradisional Minangkabau (Orang Minang) menjunjung toleransi, egaliter, keberagaman, dan persaudaraan multibudaya.
Kebudayaan Merantau
'Akar Tionghoa' dalam ragam hias seni ukir Minangkabau berupa tumbuhan yang merambat, mengakar, dan saling kait-mengait antara satu sama lain. Walaupun sudah menjalar kemana-mana, tumbuhan tersebut tidak terputus dengan akar umbinya.
Motif akar Tionghoa merepresentasikan kebudayaan etnis Tionghoa yang merantau. Selama berabad-abad mereka dikenal sebagai etnis perantau dengan kualitas keuletan, kekuatan, kerja keras, dan keteguhan pendirian yang luar biasa.
Walaupun sudah merantau jauh, etnis Tionghoa tidak lupa dengan akar budaya, bangsa, keluarga, leluhur, bangsa, dan budaya mereka. Bahkan, etnis Tionghoa bangga dengan kebudayaan mereka, sehingga selalu berusaha menumbuhkembangkan dan mengukuhkan kebudayaan Tionghoa di mana pun mereka merantau. Indikasi-indikasi tersebut diperkuat tujuan etnis Tionghoa merantau yang termaktub prasasti pada sebuah makam di Bukit Sentiong dengan bunyi:
Kita orang tionghoa merantau ke sini supaya orang kaya dapat dikubur, dan orang yang miskin jangan sampai terbengkalai, maka kami membeli tanah ini dan bikin thong sua ini. Semua orang Tionghoa boleh dikubur di sini dan membangun ruang istirahat di sebelahnya untuk istirahat orang yang membersihkan tempat.
Berdasarkan prasasti di Bukit Sentiong, tujuan etnis Tionghoa merantau adalah untuk memperjuangkan kehidupan etnis Tionghoa dalam usaha mendapatkan kemakmuran dan kesejahteraan kolektif.
Orang Minang memiliki tradisi yang sama dengan etnis Tionghoa, yaitu sama-sama suka merantau. Merantau dikenal sebagai tradisi Orang Minang dari generasi ke generasi. Bahkan, Orang Minang khususnya laki-laki, seolah memiliki kewajiban merantau. Kecintaan kaum laki-laki Orang Minang masa lampau untuk merantau tercermin dalam pepatah adat yang sangat legendaris, sebagai berikut.
karatau madang di hulu
babuah babungo balun
marantau bujang dahulu
di rumah baguno balun
keratau madang di hulu
berbuah berbunga belum
merantau bujang dahulu
di rumah berguna belum