Lihat ke Halaman Asli

Sulfiza Ariska

Penulis lepas dan pecinta literasi

Optimalisasi Keterbukaan Informasi Publik di Sumatera Barat

Diperbarui: 10 Oktober 2022   23:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: IG @ki_sumbar

Tahukah Anda? Di Abad Informasi ini, informasi publik ibarat 'tuhan' dan keterbukaan informasi publik adalah jalan menuju 'surga'. Tanpa informasi publik dari Badan Publik, kita akan sulit untuk mengaktualisasikan, mengembangkan inovasi/kreatifitas, berperan aktif dalam pembangunan nasional, dan menjalin sinergi kolektif dalam mewujudkan/mempertahankan kedaulatan bangsa. Kebutuhan kita untuk mendapatkan informasi publik merupakan hak asasi manusia (HAM) yang didukung Komisi Informasi dan dikukuhkan UU Nomor 14 tentang Keterbukaan Informasi Publik.    



Urgensi Keterbukaan Informasi Publik (KIP)

Berdasarkan UU Nomor 14 tentang KIP, tujuan KIP adalah untuk menjamin hak warga negara mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik. Tujuan berikutnya adalah mendorong partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan kebijakan publik. Dan, tujuan akhirnya adalah mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu penyelenggaraan yang transparan, efektif, efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.  

Sebelum dicetuskannya UU Nomor 14 tentang KIP, kebijakan publik cenderung ditentukan kalangan yang memiliki hak otoritatif dan terbatasnya kontribusi masyarakat secara langsung, sehingga jauh dari marwah demokrasi. Implikasinya, sering kali kebijakan publik tersebut tidak memberikan manfaat bagi masyarakat atau berseberangan dengan kebutuhan masyarakat. Bahkan, tidak jarang kebijakan publik, bisa disebut gagal atau kurang tepat sasaran.  


Misalnya, terdapat kebijakan publik dalam beras untuk masyarakat miskin (raskin). Kendati kebijakan publik tersebut memiliki tujuan yang mulia, ketiadaan KIP rentan menimbulkan penyelewengan seperti terdapatnya warga masyarakat dari golongan mampu (berada) yang bisa mendapatkan jatah raskin.

Di sisi lain, kurangnya informasi publik mengenai proses melahirkan, mengakibatkan masih banyak perempuan hamil yang melahirkan dengan bantuan dukun yang beresiko tinggi, sehingga angka kematian ibu melahirkan relatif sulit untuk ditekan.

Sementara itu, kurangnya informasi publik mengenai industri mengakibatkan masyarakat sulit untuk mengelola sumber daya alam Indonesia yang melimpah-ruah untuk dijadikan produk komersil dan bernilai ekonomis. Implikasinya, banyak masyarakat yang hidup miskin di tengah-tengah kelimpahan sumberdaya alam. 

Kini, setelah UU Nomor 14 tentang KIP dicetuskan, peluang masyarakat untuk penentuan kebijakan publik melalui jalan demokratis, menjadi terbuka lebar. Melalui berbagai jalur informasi, terutama media digital, informasi publik dibuka seluas-luasnya, sehingga masyarakat bisa mengakses informasi publik . Bila terdapat hambatan atau sengketa dalam upaya meraih hak untuk tahu, maka masyarakat bisa menghubungi KI sebagai agen perubahan utama penyelenggaraan KIP.        

   
Di atas segala kesempatan emas yang dihadirkan KIP, keberadaan UU Nomor 14 tentang KIP menjadikan masyarakat memiliki dasar hukum untuk berperan aktif dalam menentukan kebijakan publik. Bila kesempatan ini digunakan, maka masyarakat bisa memperoleh kebijakan publik yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat khususnya disektor pemberdayaan.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline