Lihat ke Halaman Asli

KA Widiantara

Praktisi dan Akademisi Komunikasi-Media

Nyepi, Internet dan Bali

Diperbarui: 24 April 2021   00:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada zaman teknologi informasi seperti saat ini, media online dan media sosial memegang peranan penting dalam mengakselerasi penyebaran arus informasi ke seluruh penjuru dunia secara cepat dan masif. 

Media online menjadi new media atau saluran baru dalam konteks komunikasi massa yang menawarkan kecepatan dan juga lebih interaktif dalam pengemasan berita serta juga memberikan kemudahan khalayak atau pembaca memberikan umpan balik dengan disertakan kanal media sosial dari masing-masing media online tersebut. 

Menurut Nasrullah (2014:14) media online sebagai media baru memiliki kelebihan sebagai media interaktif dimana  khalayak tidak sekadar ditempatkan sebagai objek yang menjadi sasaran dari pesan. Khalayak dan perubahan teknologi media serta [1]pemaknaan terhadap medium telah  memperbaharui peran khalayak untuk menjadi lebih interaktif terhadap pesan itu.

Sudah menjadi kebiasaan pula dari masyarakat kita khususnya warga net (netizen) untuk mengungah atau memposting berita-berita dari media online di akun media sosial mereka. Misalnya Facebook dan membagikannya ke teman-teman mereka. Kebiasaan tersebut semakin mempercepat dan mempermasif penyebaran informasi lewat dunia maya. Menurut Mulawarman dan Nurfitri (2017:43) peningkatan penggunaan media sosial ini juga semakin mempopulerkan dan meningkatkan intensitas budaya share atau berbagai informasi.

Informasi atau berita mengenai kejadian atau isu tertentu yang menarik perhatian publik dengan cepat bisa menjadi viral karena kebiasan berbagai (share) dan juga berkomentar (comment) baik di situs atau portal berita online maupun di media sosial yang juga terkoneksi dengan link berita tersebut. 

Media online ketika berkolaborasi dengan media sosial bisa menimbulkan semacam efek bola salju (snowball) terhadap suatu berita di mana penyebaran berita maupun komentar akan terus bergulir satu khalayak ke khalayak yang lain. Perbincangan terhadap suatu berita di ranah online pun terus berlanjut pula di ranah offline. 

Obrolan tentang suatu berita di dunia maya seperti akun Facebook bisa berlanjut pula dalam obrolan di warung kopi, komunitas-komunitas, di rumah tangga, kantor dan di tempat-tempat lainnya.

Dalam konteks viralnya suatu berita atau menjadi pembicaraan dan perhatian luas publik atau khalayak, tentu juga tidak terlepas dari peran media online itu sendiri sebagai entitas pelaku komunikasi massa.

Sama seperti media massa pada umumnya, media online dalam mengemas suatu isu atau berita agar menarik bagi publik juga melakukan framing atau pembingkaian berita. Secara teoritis media memiliki pengaruh kuat yang dibawa oleh pelaku media dalam membingkai sebuah berita atau artikel. 

Seperti yang dijelaskan Sobur (2015:30) tentang Antonio Gramsci melihat media media sebagai ruang di mana berbagai ideologi direpresentasikan. Ini berarti, di satu sisi media kontrol wacana publik. Namun di sisi lain media juga bisa menjadi alat resistensi terhadap kekuasan. Media bisa menjadi alat untuk membangun kultur dan ideologi dominan bagi kepentingan kelas dominan, sekaligus juga menjadi instrumen perjuangan bagi kaum tertindas untuk membangun kultur dan ideologi tandingan.

Media massa seperti media online yang juga melakukan framing atas pemberitaannya ketika juga dikombinasikan dengan media sosial bisa menjadi wahana atau ruang berwacana, diskursus, pertempuran ide atau gagasan, maupun ruang untuk menyikapi pro kontra atau suatu isu atau berita. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline