Ini tulisan pertama ku setelah lebih kurang 3 tahun sama sekali tak membuka kompasiana. Akun kompasiana pun awal nya aku buat hanya untuk penelitian skripsi, tapi 2 hari yang lalu tiba-tiba ingin sekali menulis disini.
Kamis sore kemarin, aku terlibat pembicaraan dengan seorang lelaki yang ku sebut lelaki A. Si lelaki A ini hobi sekali menonton sinetron versi India yg di tayangkan secara maraton oleh salah satu stasiun tv, hingga ketika ia terlewat salah satu episodenya ia sempat mengeluh pada ku.
"Seleramu mirip ibu-ibu" kataku. Dia hanya menjawab suka dengan alur ceritanya. Dan aku kembali berkomentar bahwa ada satu persamaan antara beberapa sinetron india kesukaannya itu. Lelaki pemeran utamanya digambarkan memiliki isteri lebih dari satu.
Dan menurut ku, mungkin salah satu daya tarik drama/sinetron itu bagi kaum lelaki adalah gambaran yang lebih jelas tentang kehidupan poligami. Karena di dunia nyata, issu ini masih menjadi sesuatu yang cukup sensitif bagi masyarakat, terutama bagi kaum perempuan (mungkin hanya sebagian saja, abaikan bagi yang tidak :-).
Si lelaki A membantahnya dengan mengatakan bahwa fokus nya bukan pada si lelaki yang punya banyak isteri kok tapi ceritanya memang bagus katanya. Masih menurut lelaki A ini,toh si lelaki yang di drama tersebut digambarkan sebagai seorang raja, mempunyai satu isteri yang paling ia cintai di bandingkan dengan isterinya yang lain. Kata lelaki A sih namanya Cinta mateee, hehee. Jadi, sepertinya tidak masalah ya kalau punya isteri banyak tapi tetap punya salah satu isteri yang paling disayang. Dan karena sang suami paling sayang dengan isteri terakhirnya, menurut lelaki A, mungkin jika ia bertemu dengannya lebih awal dan bukannya belakangan, maka suami tersebut tidak akan melakukan poligami. Begitukah?
Duh, si lelaki A ini sepertinya memang lelaki yang sebenar-benarnya. Jika memang benar si suami tersebut memiliki rasa cinta yang amat sangat hanya pada salah satu isterinya, lalu apa yang dirasakan oleh isteri-isterinya yang lain. Bukankah salah satu syarat untuk melakukan poligami adalah mampu berlaku adil dengan setiap isteri?
Lalu kami mulai saling melontarkan bantahan dan teguh dengan pendapat masing-masing. Ketika si lelaki A sedang semangat dengan kalimatnya yang "membara" tiba-tiba sambungan telpon kami terputus. Tidak, bukan aku yang mematikan, mungkin memang seharusnya begitu. Hanya harus berhenti.titik.
Dan ujungnya, aku tidak mampu membuat ending yang bermanfaat. Ya, begitu saja...#
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H