Ini bukan cerita tentang seorang gadis cantik yang disukai banyak pria. Bukan juga tentang gadis sombong kaya raya yang akhirnya berubah karena jatuh cinta. Ini cerita tentang gadis biasa saja dengan masalah yang juga teramat biasa.
"Dasar wanita tak berguna! Apa kerjamu di rumah jika hanya nasi putih dan telur dadar yang kau masak!!"
Aku duduk meringkuk di sudut kamar dengan memeluk lutut. Bosan aku mendengar apalagi melihat kegaduhan yang hampir tiap saat terjadi di rumah ini. Jadi aku memilih merebahkan kepala di lututku dan menutup mata. Tapi pendengaranku masihlah sangat bagus hingga suara di luar kamar masih terdengar dengan jelas.
"Jangan dengar jangan dengarr jangan dengar!" hatiku berbisik sendiri. Tetap tak dapat meredam suara di luar kamar. Ah, andai kamarku terbuat dari bahan kedap suara. Pastilah aku bisa sedikit nyaman berada di dalamnya. Dan seandainya benar kamar ini kedap suara, pasti juga tak akan terdengar lagi suara-suara yang menusuk ulu hati itu. Bukan hanya karena kedap suara, tapi karena mereka tak punya alasan untuk bertengkar lagi. Sebab alasan mereka bertengkar adalah materi. Jika mereka mampu membuatkanku kamar kedap suara, berarti mereka mempunya materi yang berlimpah sebab membuat kamar seperti pastilah mahal.
"Kita sudah tak punya uang lagi untuk belanja bang! Telur dan nasi itu pun aku dapatkan dengan berhutang pada kak Marni"
Kali ini suara ibuku yang terdengar. Bergetar.
"Kau kan bisa berhutang pada tetangga yang lain!" masih dengan emosi kudengar nada suara bapak.
"Hutang kita sudah terlalu banyak bang. Aku malu, hampir semua tetangga sudah kita hutangi"
"Ah dasar kau saja yang bodoh!!"
"Abang jangan berjudi sajalah! Kalau abang cari kerja kan agak lumayan kehidupan kita!"
Plak!!!