Lihat ke Halaman Asli

Juventi Permana Putri

Guru Bahasa Indonesia

Chairil Anwar Pelopor Puisi Indonesia Modern

Diperbarui: 24 Juni 2015   19:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Sastra adalah pengetahuan puitik atau naratif. Pengetahuan ini dibungkus dengan simbol-simbol atau lambang-lambang, sehingga maknanya disampaikan secara tidak langsung atau makna kiasan. Sastra yang tertua adalah sastra yang bergenre puisi atau puitik. Dapat dibuktikan dengan adanya karya sastra yang berjudul “The Epic of Gillgamesh” berbentuk puisi yang berisikan doa-doa masyarakat Sumeria yang diciptakan 30.000 tahun yang lalu.

Jika kita berbicara mengenai puisi yang pasti identik dengan seorang penyair. Semua negara pasti memiliki penyair legendaries di negaranya masing-masing, tidak terkecuali di Indonesia. Indonesia memiliki banyak sekali sastrawan-sastrawan yang mendunia dan juga penyair -penyair yang hebat. Paduan kata yang ada di dalam puisi mereka pun sangat padu dan terangkai dengan indah.

Masih ingatkah kita dengan seorang penyair muda legendaris yang meninggal dunia di usia muda ? masih ingatkah kita dengan karya-karyanya yang menggebu-gebu yang membakar semangat pemuda untuk melawan penjajah ? dan masih ingatkah salah satu karyanya yang berjudul Karawang-Bekasi yang sajak-sajaknya sangat indah ?

Untuk menjawab semua pertanyaan itu, mari kita menoleh ke belakang dan menganalisa salah satu karya seorang penyair muda yang memiliki semangat yang menggebu-gebu dengan menggunakan salah satu teori sastra yaitu Teori Formal (Formalisme) yang memiliki pandangan bahwa karya sastra itu dikaji unsure intrinsik (isi) dan ekstrinsik (bentuk) nya. Chairil Anwar adalah penyair muda yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan bentuk dan isi perpuisian Indonesia modern. Ia menampilkan puisi yang bebas dan tajam dengan kemampuan memilih kata yang padu.

Puisi yang berjudul Krawang-Bekasi karya Chairil Anwar ini adalah salah satu puisi perjuangan yang diciptakan pada zaman kemerdekaan. Puisi karya Chairil Anwar adalah puisi modern yang terpengaruh oleh gaya-gaya Eropa. Dengan tujuan agar karya-karya sastra Indonesia dapat diakui oleh dunia. Chairil Anwar adalah salah satu penyair yang menganut aliran ekspresionisme yaitu aliran yang menggambarkan letupan jiwa yang meluap-luap. Dalam puisinya ia menggambarkan bagaimana keadaan di perbatasan antara Krawang-Bekasi, sehingga ia lebih memilih dua nama daerah itu sebagai judul puisinya. Dengan judul tersebut lebih menekankan bahwa puisi Krawang-Bekasi ini adalah hasil letupan semangat Chairil yang menganut aliran ekspresionisme dengan hasil karyanya yang bersifat realisme-sosial yang banyak menyatakan tentang pemberontakan terhadap penjajahan dan penindasan kaum penjajah.

Pada bait awal :

Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?

Disini Chairil Anwar menggunakan kata kami tidak menggunakan kata aku lagi seperti di puisinya yang berjudul “AKU”. Karena, kata kami lebih tepat untuk mewakili para pejuang-pejuang kemerdekaan yang jumlahnya tidak hanya satu, tetapi ratusan bahkan ribuan. Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi.//tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.// pada rangkaian baris ini kata-kata yang digunakan sangat padu dan lugas. Baris Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi, menyatakan perjuangan pemuda-pemuda di kawasan perbatasan. Ia menggunakan kata terbaring bukan gugur karena kataterbaring merupakan kata yang mewakili bahwa sebenarnya mereka masih berjuang walaupun telah dilemahkan oleh penjajah. Dan pada baris tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi ini menggambarkan betapa mirisnya keadaan para pejuang yang berjuang di kawasan perbatasan. Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami, yang dimaksud dengan deru bukanlah tiruan bunyi angin maupun mobil, tetapi ia mengibaratkan suara-suara para pejuang yang semangat membela tanah air yang mungkin lebih keras dibandingkan tiruan bunyi angin maupun mobil. Dan nampak pada bait tersebut disusun secara rapi dengan akhiran bunyi yang sama yaitu pada kata Krawang-Bekasi, lagi, kami dan hati.

Ia juga menggunakan repetisi yang baik dan tersusun secara baik dan padu. Ini terlihat pada bait :

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir

Pada bait ini menggambarkan semangat Chairil Anwar agar generasi muda selanjutnya meneruskan perjuangan para pahlawan kemerdekaan. Kenang, kenanglah kami // Teruskan, teruskan jiwa kami , baris ini menggambarkan bahwa semangat Chairil Anwar sangat besar untuk memperjuangkan kemerdekaan dan menaruh harapan agar generasi muda selanjutnya dapat meneruskan perjuangan pahlawan kemerdekaan. Menjaga Bung Karno // menjaga Bung Hatta // menjaga Bung Sjahrir , ia memilih menggunakan tokoh-tokoh itu karena tokoh-tokoh tersebut yang dapat mewakili semua tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan. Kata Menjaga adalah makna kiasan karena yang dimaksud Menjaga adalah bukan makna sebenarnya dari Menjaga, melainkan sebuah ungkapan bahwa perjuangan-perjuangan tokoh-tokoh kemerdekaan itu harus dijaga, agar Indonesia semakin maju di masa depan. Pada bait tersebut juga ia susun dengan padu dan rapi dengan akhiran bunyi yang sama pada baris pertama dan kedua yang berakhiran dengan kata kami.

Puisi Krawang-Bekasi ini termasuk dalam puisi Indonesia Modern yang tidak terikat dengan aturan-aturan tertentu. Terlihat pada bait-bait :

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir

pada bait-bait tersebut sudah jelas bahwa puisi Krawang-Bekasi ini tidak terikat dengan aturan-aturan yang ada dalam puisi lama. Salah satu contoh puisi lama seperti pantun, contoh pantun :

Sungguh elok asam belimbing

Tumbuh dekat limau lungga

Sungguh elok berbibir sumbing

Walau marah tertawa juga

pada pantun seperti di atas jelas ada aturan yang mengikatnya yaitu satu bait terdiri dari empat baris. Kemudian pada pantun terikat dengan sajak ab-ab (belimbing/sumbing=a dan lungga/juga=b). Pada puisi Krawang-Bekasi kita tidak melihat itu. Seperti pada bait kedua :

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.

Pada bait ini sajak yang digunakan tidak seperti pada pantun, tetapi lebih bebas dan tidak harus bersajak ab-ab pada kata akhir setiap baris. Pada pantun tersebut juga setiap baris terdiri dari 4 kata atau paling tidak terdiri dari 8-12 suku kata. Pada baris pertama sampai keempat pantun tersebut masing-masing baris terdiri dari 4 kata saja, sedangkan pada puisi Krawang-Bekasi terlihat lebih bebas dengan jumlah kata setiap barisnya yang tidak hanya terdiri dari 4 kata tetapi lebih banyak dari 4 kata, bahkan pada baris Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi terdiri dari 8 kata.

Selain itu, jika dilihat dari segi isinya, pantun harus terdiri dari 4 baris seperti yang diungkapkan di atas yang susunannya terdiri dari 2 baris sampiran dan 2 bari isi. Sedangkan puisi Krawang-Bekasi ini bahasanya lebih padat dan semua merupakan isi.

Dalam puisi Krawang-Bekasi ini banyak diungkapkan oleh Chairil Anwar dengan rangkaian kata-kata yang bermajas agar lebih menarik tetapi tetap memperlihatkan semangat yang menggebu-gebu. Majas-majas yang digunakan antara lain adalah majas repetisi, litotes dan personifikasi. Majas repetisi dapat kita lihat pada bait :

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir.

Majas litotes pada bait :

Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan.

Majas personifikasi pada baris Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak .

Dengan adanya puisi-puisi karya Chairil Anwar yang bebas dan tajam ini, maka sejak saat itu puisi Indonesia Modern mulai berkembang pesat. Dan chairil anwar termasuk dalam salah satu sastrawan muda yang legendaris karena karya-karyanya yang mampu menggugah semangat nasionalisme para pemuda pada saat itu. Ia juga memberikan nuansa baru pada goresan-goresan pena sastrawan Indonesia .

Maka dari itu, apabila kita melihat dan menilai sebuah karya sastra itu, jangan dilihat dari segi pengarang saja, tetapi juga dilihat dari segi isi dan penggunaan bahasa dan ketepatan pemilihan-pemilihan kata nya yang padu. Dan bagaimana pula penyampaian yang dilakukan oleh penulis. Seperti Chairil anwar, ia adalah salah seorang sastrawan yang meninggal di usia muda dengan penyakit nya yang disebabkan oleh kebiasaannya bermain perempuan. Tetapi, walaupun dia meninggal di usia muda, karya-karyanya tetap dikenang bahkan masih dikenal dan terkenal sampai pada masa sekarang ini.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline