Hak dan kewajiban merupakan fondasi dalam kehidupan di lingkungan masyarakat maupun di lingkungan sekolah. Di sekolah, siswa memiliki hak atas perlindungan, rasa aman, serta akses pendidikan tanpa diskriminasi. Namun, hal itu masih belum bisa diciptakan sepenuhnya, masih seringkali kita mendengar berita tentang pelanggaran hak-hak ini, seperti kasus perundungan (bullying) yang seringkali terjadi di lingkungan pendidikan. Sebaliknya, kewajiban siswa, seperti mematuhi aturan dan menghargai satu sama lain, juga seringkali diabaikan. Situasi ini menunjukkan bagaimana pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban dapat berdampak negatif pada lingkungan belajar.
Kasus perundungan di BINUS School Serpong yang terjadi pada awal Februari 2024 menjadi contoh nyata dari pelanggaran hak dan kewajiban pada lingkungan sekolah. Dalam kasus ini, seorang siswa mengalami kekerasan fisik dan psikologis yang tidak hanya melanggar haknya sebagai manusia tetapi juga mencerminkan kurangnya kesadaran terhadap kewajiban seorang siswa untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi semua siswa. Menurut laporan, aksi bullying ini disebabkan oleh "tradisi tidak tertulis" yang menuntut siswa untuk melakukan kekerasan sebagai bentuk "uji keberanian" dalam bergabung dengan geng tersebut. Hal ini menunjukkan bagaimana tekanan sosial dan norma kelompok yang salah dapat menimbulkan pelanggaran hak dan kewajiban.
Selain itu, kasus ini menyoroti lemahnya penerapan norma UUD 1945 tentang hak atas perlindungan setiap warga negara dari kekerasan. Hak-hak ini diabaikan ketika institusi tidak mampu atau enggan menyediakan lingkungan yang aman bagi para siswa. Padahal, kewajiban sekolah sebagai institusi pendidikan adalah melindungi seluruh peserta didik dari segala bentuk ancaman. Jika pelanggaran seperti ini terus terjadi, dampaknya akan merusak kesehatan mental dan fisik para siswa, serta menghambat proses belajar mengajar yang seharusnya berlangsung secara harmonis.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan peran serta dari seluruh pihak, baik itu siswa, orang tua, guru, maupun pihak sekolah. Salah satu solusi adalah meningkatkan kesadaran semua pihak mengenai hak dan kewajiban mereka. Sekolah juga harus menerapkan kebijakan anti-bullying yang jelas dan efektif, seperti yang diusulkan dalam beberapa studi kasus.
Penyelesaian konflik secara restoratif dan dukungan psikologis bagi korban serta pelaku dapat membantu menciptakan lingkungan sekolah yang lebih aman dan nyaman. Dengan demikian, pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban dapat ditekan, menciptakan suasana belajar yang lebih positif dan mendukung perkembangan peserta didik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H