Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok saat ini sedang berada pada situasi sangat sulit dan terjepit. Ketika mengadakan kunjungan kerja di Kepulauan Seribu untuk mensosialisasikan program kemandirian ekonomi bagi masyarakat setempat, tanpa niat buruk ia mengutiip salah satu Ayat Suci yang akhirnya akan mengantarkan mantan bupati Belitung ini duduk di kursi terdakwa sebagai pesakitan atas tuduhan telah menista agama ...
Kasus Ahok menggelinding bak bola liar yang bisa ditangkap, dielus-elus lalu ditendang ke mana suka oleh siapa saja, terutama mereka yang punya kepentingan entah apapun. Ucapan gubernur kafir ini lantas menjadi bahan baku terlaris untuk diolah menjadi berbagai macam produk goib entah itu produk produk sosial, produk hukum dan produk politik yang begitu teramat amat sangat laris di pasaran...
Menjadi produk sosial ketika ucapannya dengan masif dipropagandakan dan mampu mempengaruhi banyak orang sehingga timbul perasaan atau setidaknya anggapan bahwa mereka atau agama mereka atau Tuhan mereka telah tersakiti. Menjadi produk hukum karena dirinya sekarang ini mau tidak mau, suka tidak suka, tidak punya pilihan lain kecuai mengikuti saja permainan yang memang sudah masuk ke ranah hukum ini. Menjadi produk politik karena otomatis kasusnya berpengaruh sangat besar kepada proses pencalonannya kembali menjadi gubernur Jakarta, bahkan kini telah mengembang dan membias ke arah peta politik nasional. Maklum, di negeri kaya raya penuh susu dan madu ini memang penuh para petualang baik petualang politik, petualang ketokohan maupun petualang bisnis. Maka, atas nama keadilan dan hukum terjepitlah Ahok di pusaran persoalan melalui serangkaian aksi bela...
Menghadapi persoalan rumit yang sangat menguras perasaan, pikiran, tenaga dan waktu ini.. Ahok telah mengambil sikap dan memposisikan diri untuk berpasrah. "Aku orangnya sih pasrah saja, hidup ini kan ada yang ngatur. Asalkan niat kita baik, bekerja buat orang banyak pasti selesai hidup ini," demikian Ahok berbagi rasa di sebuah kesempatan seraya berharap agar proses persidangannya berjalan secara terbuka dan adil ...
Sikap memposisikan diri berpasrah kepada kehendak Sang Pemilik tentu pilihan penyikapan yang paling tepat. Sebetulnya itu bukanlah sebuah pilihan karena memang seperti itulah yang harus dilakukan oleh setiap manusia ciptaan-Nya, tanpa melupakan upaya-upaya untuk mengatasinya dengan benar...
Sebagai orang yang beriman kepada Tuhan Sang Pencipta, Ahok mencoba untuk mengambil sikap tunduk, patuh, taat dan berserah diri.. tak heran, dalam berbagai kesempatan dia sering menyampaikan tidak takut kepada siapapun, apapun dan dalam keadaan bagaimanapun termasuk tidak takut mati karena ia hanya takut kepada Tuhan.
Maka dalam menjalankan tugas, peran dan fungsinya sebagai gubernur Jakarta Ahok menempatakan kejujuran di baris paling atas kualifikasi sebagai seorang pejabat publik yang juga pelayan masyarakat. Ia ingin lurus-lurus saja dalam menjalankan perannya dan kelurusannya inilah yang membuat ia harus bertabrakan dengan banyak orang lain yang arahnya zig-zag apalagi berlawanan...
Tentunya Ahok bukan manusia sempurna.. ia masih banyak kekurangan dan kesalahan tetapi membuka diri untuk mengubah dirinya menjadi lebih baik, menuju level pencapaian pemahaman ke-Tuhan-an yang lebih tinggi, makin tinggi dan semakin tinggi, di antaranya berdasar niat terdalam mengabdi secara tulus ikhlas kepada warga Jakarta...
Mungkin Ahok perpikiran: ".. daripada sejuta khayalan dan angan-angan, lebih baik dengan satu keinginan.. Daripada sejuta keinginan, lebih baik dengan satu kemauan.. Daripada sejuta kemauan, lebih baik dengan satu niat.. Daripada sejuta niat, lebih baik dengan satu nawaitu..".....
Semoga..