Lihat ke Halaman Asli

Justin SURYA ATMAJA

INDONESIA SELAMAT DAMAI SEJAHTERA

Asih-Asuh-Asah, Fondasi Membangun Sepakbola Nasional

Diperbarui: 19 Maret 2016   00:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ditetapkannya Ketua Umum PSSI La Nyala Matalit sebagai tersangka kasus korupsi dana hibah Kadin Jatim oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur sontak disambut dengan gegap gempita oleh para pendukung fanatik Menpora Imam Nahrawi. Penetapan ini seolah menghapuskan tiga kekalahan beruntun Menpora dari PSSI di ranah hukum yakni putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), putusan banding Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) dan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA). Banyak sudut pandang untuk memetakan persoalan hukum yang melibatkan orang nomor satu di PSSI ini.. sama, atas 3 kekalahan Menpora pun setidaknya ada 2 sudut pandang tentang tafsir putusan lembaga peradilan yang berkekuatan hukum tetap...

Terkait kasus yang menjerat La Nyala ini, baik Menpora maupun orang kepercayaannya yaitu Gatot S Dewo Broto mengatakan bahwa La Nyala sebaiknya menghormati proses hukum ini. Pernyataan yang sangat bijak tentu saja, meski apa yang dikatakannya ini sangat berbanding terbalik dengan perilaku keduanya yang sama sekali tidak menghormati putusan lembaga peradilan, bukan hanya proses hukumnya. Fakta, bahwa Menpora dengan Tim Transinya tetap jalan terus ketika proses hukum sedang terjadi dan bahkan ketika putusan hukum sudah dihasilkan...

Carut-marut dan kisruh di jagad sepakbola nasional seakan sebuah siklus yang memang harus terjadi. Selalu saja tercipta atau diciptakan momentum-momentum untuk melahirkan konflik, bahkan ketika kondisi persepakbolaan nasional sedang menunjukkan grafik membaik entah pada organisasinya, kompetisinya maupun Timnasnya. Selalu dan selalu.. fokus penyelesaian yang dipaksakan untuk dijalankan hanya berdasarkan pada "akibatnya" saja dan sangat jarang menyentuh "apa penyebabnya". Sejatinya, penyebab utama kisruh dan sengkarutnya persepakbolaan nasional ini adalah karena sebagian stake holder terutama para pepimpinnya dan terutama lagi menterinya, sudah pada melupakan fondasi yang seharusnya dibangun, yakni Asih-Asuh-Asah, sebuah ajaran sarat nilai dan tertua di negeri ini bahkan tertua di dunia...

Banyak orang bilang, kalau bicara soal dagang, Cina rajanya.. soal iptek, Yahudi penguasanya.. tetapi sejatinya, kalau soal spiritualitas, Nusantara, Indonesia pusatnya.. dan itu sudah ada jauh hari sebelum Indonesia lahir. Presiden Joko Widodo telah mengumandangkan dekrit "Revolusi Mental" sejak awal pemerintahannya. Gerakan untuk "kembali kepada jati diri bangsa" ini sudah mulai menggelinding. Selain oleh Presiden sendiri, beberapa menteri dan segelintir kepala daerah sudah memberikan teladan dalam cara hidup dan cara bertindaknya. Jati diri bangsa ini adalah Pancasila yang di dalamnya hidup "Ruh Prabu Siliwangi" yakni Asih-Asuh-Asah. Ini bukan urutan abjad, jadi tidak bisa dibolak-balik urutannya...

“ASIH”, adalah jika kita menghormati dan menghargai seseorang atau sesama ciptaanNya, lalu kita posisikan sebagai individu/sesama ciptaanNya, maka yang kita hargai dan kita hormati tersebut akan menyukai dan mengagumi kepada kita.

“ASUH”, adalah jika kita menghormati dan menghargai seseorang, lalu kita posisikan sebagai saudara atau sahabat, maka orang tersebut lambat laun akan memberikan kasih sayang kepada kita.

Sedangkan “ASAH”, jika kita menghormati dan menghargai seseorang, lalu kita posisikan sebagai pemimpin atau guru kita, maka orang tersebut lambat laun secara tidak sadar atau tidak terasa dia akan mengikuti kita.

Jadi secara garis besar, Asih–Asuh –Asah berarti jika kita menghargai dan menghormati seseorang lalu kita posisikan sebagai individu/sesama, saudara/sahabat dan pemimpin/guru kita, maka lambat laun kita akan menjadi orang yang mudah diterima oleh siapapun, di manapun, kapanpun dan bagaimanapun.

Maka... para pihak yang bertikai dalam urusan persepakbolaan nasional terutama Menpora sudah selayaknya segera sadar dan berperan aktif menjadi salah satu dari segelintir pemimpin dan bersama dengan Presiden Jokowi menjadi teladan di barisan paling depan menjalankan ajaran Prabu Siliwangi ini. Menjadi Maung  Manusia Unggul... Gerakan bumi hangus terhadap "rumah sepakbola nasional" yakni PSSI dan sekaligus mematikan keseimbangan dan keselarasan mata rantai hidup ekosistem, ekologi dan ekonomi persepakbolaan nasional, ibaratnya telah membakar ludes sebuah lumbung padi hanya untuk membunuh beberapa tikus nakal...

Masih ada waktu buat Menpora untuk segera memperbaiki langkah-langkahnya. Begitu banyak cara untuk menyelesaikan sengketa persepakbolaan nasional ini dengan "budaya Nusantara" dan tetap menjaga persatuan dan nilai-nilai kesatuannya agar ekosistem, ekologi dan ekonomi persepakbolaan nasional menjadi semakin seimbang dan selaras bukan malah diluluhlantakkan seperti sekarang ini. Sama seperti ketika Presden Jokowi, yang didampingi Menpora Imam Nahrawi, merasa sedih melihat proyek Hambalang mangkrak karena para pemimpinnya korupsi berjamaah.. apakah Hambalang juga akan diluluhlantakkan seperti PSSI? Ataukah akan dilanjutkan pembangunannya dengan melakukan banyak perbaikan yang mendasar sehingga bisa mendatangkan nilai tambah untuk pembangunan olahraga nasional?

Untuk tahu jawabannya, yuuuuk kita bertanya pada rumput yang bergoyaaaang.....

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline