Lihat ke Halaman Asli

Resensi : The Stranger - Albert Camus

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1396798140160376734

albert camus adalah seorang sastrawan yang dikategorikan sebagai seorang filsuf eksistensialisme. dulu saya pernah menuliskan sini .

Saya membaca camus sebagian besar, karena tertarik dengan ide soal dunia itu absurd, yang tak perlu  dipikirkan terlalu serius, saya setuju hingga membaca bukunya yang berjudul The stranger atau Orang asing, entah mengapa ada merasa muak.

Jujur saja, gaya penulisan dan novel camus pada umumnya luar biasa apik, sebagai sastra. tetapi idenya tentang  membenci Tuhan, yang dicontohkan oleh Mersault (tokoh utamanya) membuat saya benar-benar tak mengerti.

Dalam Novel tersebut beberapa memang menunjukkan betapa abu-abunya hidup ini, ya. beberapa orang atau bahkan semua orang mengalami hal yang sama seperti mersault, misalnya, kadang beberapa orang  yang baik malah bersahabat dengan orang-orang yang kurang baik, dan akhirnya menjadi orang yang "bersalah". tetapi sebagian yang ditulis dalam stranger membuat saya geram dan muak.

betapa datar dan "kosongnya" jiwa mersault dan tiada upaya atau ambisi sesuatu pun dalam dirinya untuk melakukan sesuatu, kehidupannya yang statis yang membosankan, meskipun hubungannya dengan kekasihnya baik-baik saja, dan memiliki sedikit kawan yang kurang bercitra baik di masyarakat. mungkin itulah yang membuatnya berkata bahwa hidup itu sama saja, hidup yang tak layak dijalani. karena tak ada sesuatu apapun yang menjadi alasannya hidup. tak ada hal apapun yang ia berikan pada orang lain, meskipun ada tetapi akhirnya itu membawanya kepada guillotine, sangat tragis.

Mersault membiarkan dirinya terlalu bebas. kebebasan yang membuatnya terpenjara dan penjara yang membuatnya membayangkan kebebasannya.

mersault sebagai sosok yang tak punya pegangan hidup, karena setiap hari ia tak tahu apa yang harus ia lakukan (dan menyedihkan sekali, karena sebagian besar dari kita seringkali melakukannya : tidak tahu apa yang akan diperbuat). lalu kenapa ia harus marah kepada Tuhan?

memang benar manusia sendiri yang  harus mengubah nasibnya tapi tanpa pegangan dari Tuhan?

tak hanya ide tentang keTuhanan yang ia bahas, dalam The stranger ia menyoroti pula kehidupan manusia yang serba paradoks, menyukai  sekaligus membenci satu objek,  yang dicontohkan pada tetangganya penyiksa anjing lalu kehilangan anjing dan merindukan memukuli anjing yang paling dibencinya. absurd.


buku ini tak layak dikonsumsi untuk remaja. bahkan untuk ukuran orang dewasa (secara pribadi) ini agak terlalu "keras". penulisan idenya itu terlalu keras, dan Yah karena ini sastra yang apik  memang meskipun idenya tentang  membuat muak (lihat,kan efek paradoks dari eksistensialisme ini menyebalkan).


tanpa bersikap sok suci, antara manusia dan Tuhan itu tak bisa dipertentangkan. bagaimanapun manusia itu tetap mahkluk ciptaan. kalau karl marx bilang agama itu candu,  memang benar, dan itu baik asal itu dilakukan dengan benar.

karena berbagai paradoksitas itulah kadangakala semua jadi rancu satu dengan yang lain, jadi pemaknaan yang spesifik terhadap satu hal itu ternyata penting. terlalu menggeneralisir sesuatu tanpa mempelajari dasarpun akan menjadi runcah.

jadi upaya perbaikan diri  manusia itu tetap dilakukan sendiri dengan terus bergerak, mempelajari (spesifikasi), memaknai dan melaksanakan. tidak mudah memang, bahkan sifat dan prosesnya memakan waktu sepanjang hayat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline