Lihat ke Halaman Asli

Siapa Bilang Pemulung Enggak Bisa Kaya?

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

[caption id="attachment_294357" align="alignnone" width="300" caption="Ilustrasi : M.KOMPAS.COM/AGUS SUSANTO "][/caption]

Wahyudi (34) warga bekasi asal Wonosari ini adalah salah satu potret dari kehidupan yang berpihak pada masyarakat kecil. Betapa tidak suami dari Timah (29) dan ayah 2 anakini, Eka (13) dan Nur (8), yang dulunya sehari-hari menjalani profesi sebagai pemulung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang, bekasi - Jawa Barat ini, kini tidaklah lagi perlu mengais-ngais sampah, mempertaruhkan nyawa berebut sampah dengan para pemulung lain diantara tangan-tangan raksasa bucket Excavator PC 200. Pria yang kerap dipanggil Mas Yudi ini dan sudah menjalani profesi sebagai pemulung selama 19 tahun ini sudah menjadi bukti bahwa seorang pemulung pun bisa menjadi kaya. Saya pun mendapat kesempatan bertemu dengannya di kediaman yang baru dia tempati setahun lalu.

"Awal pertama saya mulung itu karena disuruh bapak, kalau enggak salah tahun 1990, mas. dulu saya sempet sekolah sampe kelas 1 SMP doang. karena bapak saya enggak mampu ngebiayain lagi, saya berhenti sekolah dan disuruh ikut mulung", jelas pria ini. "awal-awal saya mulung disini, TPA masih baru, baru setahun kayaknya, ketemu istri saya pun disini juga, kami pun kawin tahun 1996, tapi setelah kawin dan punya anak, istri saya larang buat ikut mulung, soalnya bahaya dan saya suruh saja jualan gorengan di depan rumah supaya bisa jagain anak-anak." sambungnya lagi.

Semangat kerja pria ini sewaktu menjalani profesi pemulung, boleh diacungi jempol. malam hari sehabis isya ia sudah harus standby di TPA, berebut sampah dengan pemulung lain supaya bisa mendapatkan sampah terbaik dan keesokan paginya pukul 05.00 ia sudah harus bergegas dari rumah untuk mengumpulkan sampah-sampah dari tiap-tiap rumah, siang hari sekembalinya dari mulung, sampah-sampah yang sudah diperolehnya di pisah-pisahkan sesuai jenis sampahnya lalu dijual ke pengepul yang bertempat tidak jauh dari lokasi kerjanya dengan harga yang cukup variatif. sebut saja untuk sampah jenis plastik bekas minuman baik botol maupun gelas dijual Rp.1500 - Rp. 1.750 per kilonya dan untuk jenis kardus dan kertas ia bisa menjual Rp.700-900 per kilonya. Tentunya bukan hanya sekedar usaha dan kerja kerasnya selama bertahun-tahun ini yang membuat dirinya bisa menjadi sekarang. Dengan pendapatan Rp.15.000 sehari dan ditambah pendapatan istrinya sekitar Rp. 5.000, rasanya untuk memenuhi kebutuhan sehari pria yang saat itu masih menumpang di rumah kotrakan dengan sewa Rp.200.000, masih sangatlah kurang, belum lagi biaya makan dan bayar anak sekolah yang juga terpaksa putus lantaran tidak mampu lagi membiayai sekolah mereka. "Sekolahan emang gratis mas, tapi tetap aja masih keluar duit juga buat seragamlah, buat bukulah, ada aja yang keluar duit mas. Tapi anak-anak enggak saya kasih buat ikut mulung, mas. mereka saya suruh bantu ibunya saja jualan, daripada di TPA ini, bahaya soalnya , mas". Lantas apa yang membuat pria ini bisa meningalkan profesinya dan bisa hidup lebih layak dan berkecukupan?

Nasib Baik

Tahun 2009 nampaknya merupakan tahun titik awal dari perubahan nasib yang dialaminya. "Waktu itu  mas, pertengahan tahun 2009. saya dan istri saya sedang misah-misahin sampah buat dijual ke pengepul, pas lagi misahin plastik, istri saya ngeliat ada undian berhadiah di platik tutup minuman gelas, penasaran istri saya langsung gosok undian itu. Tahu gak mas?, setelah digosok, ada tulisan kalo dapet undian 1 milyar!, percaya gak percaya saya lihat lagi. Beneran mas! langsung saja saya tukerin undian itu, dan jadilah saya kayak sekarang ini, sekarang anak saya bisa sekolah lagi".

[caption id="attachment_294382" align="alignnone" width="300" caption="Ilustrasi : http://yopibloger.blogspot.com"][/caption]

Menurut penuturan Mas Yudi, uang 1 milyar itu dibelikannya rumah yang sekarang didiaminya itu seharga 350 juta, sisanya digunakan untuk sewa kios buat berjualan bakso yang sudah dirintisnya awal tahun 2010 ini. Tidak tanggung-tanggung, langsung 3 kios yang dibelinya. "untuk pengelolaan, langsung saya sendiri mas, dibantu sama temen-teman pemulung lainnya, mereka juga saya buatkan gerobak bakso keliling". saat ini sudah ada 30 pedagang bakso keliling yang menjadi binaan Mas Yudi, yang tertolong hanya dari sampah, sampah berhadiah 1 milyar. Bukan soal keberuntungan memenangi undian berhadiah yang membuat Mas Yudi menjadi sosok yang istimewa, melainkan kepeduliannya kepada sesama rekan pemulung lainnya dengan memberikan mereka modal usaha gerobak dan kerjasama dalam usaha bakso keliling. "Duit hadiah itu kan bukan cuma rejeki saya saja mas, ada juga rejeki orang-orang yang gak beruntung lainnya, sebelumnya saya juga susah kok kayak mereka, saya enggak mau jadi lupa daratan lantaran sudah kaya, mas".

Fiksi?

yup!, sayangnya kisah diatas adalah fiksi rekaan saya, lebih tepatnya mimpi saya melihat masayarakat kelas marjinal bisa terangkat taraf hidupnya, ya..  fiksi merupakan doa saya, disaat kehidupan nyata belumlah lagi berpihak kepada mereka. Semoga akan ada keajaiban yang sesungguhnya, sehingga mimpi-mimpi mereka untuk hidup yang lebih layak dapat terwujud dan bukan hanya sekedar cerita fiksi belaka.

****

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline