Lihat ke Halaman Asli

Hari Kartini (yang Katanya) 21 April

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah sebuah keberuntungan ataukah kemalangan jika hanya katanya yang saya dengar. Katanya orang-orang itu. Namun, sekian tahun di bangku sekolah dan sekian tahun di bangku kuliah, tak sekalipun saya pernah ikut perayaan Hari Kartini. Sementara di luar sana, di luar pengalaman diri saya, ada berbagai perayaan memperingati hari lahir Bunda Kartini. Bahkan suatu kali saya sempat lihat album lama kakak perempuan yang umurnya 9 tahun lebih tua. Saat itu dia bersekolah di salah satu SMEA. Kira-kira tahun 1990an awal. Saya menemukan satu foto dia bersama teman-temannya memakai kebaya semi modern. Lha kok cuma saya yang tidak mengalami pengalaman yang sama??

Kakak saya, yang saya ceritakan di situ tadi, perlu waktu dan dana yang cukup untuk bisa berdandan ala pagar ayu di acara pernikahan. Itupun waktu difoto dia harus mempertahankan riasan sanggul dan pakaiannya agar tidak jatuh terbang ditiup angin semilir.

Sekarang saya menjadi salah satu staf pengajar sebuah sekolah swasta. Di sini pun saya tidak pernah mendapat pengalaman merayakan Hari Kartini ketika warga sekolah mengenakan pakaian tradisional. Di jenjang lain memang diadakan, tetapi tidak untuk jenjang kami (SMA). Kami jelas menghormati Ibu Kartini, segala perjuangannya, dan tata nilai yang dibawanya. Bahkan kami mewarisi dan terus memperjuangkan semua itu. Tapi tidak untuk sekedar menunjukkan nasionalisme dengan berpakaian tradisional semata. Meskipun tonggak sejarah perjuangan pemikiran Kartini penting untuk lebih dari sekedar dikenang. Apalagi gelora emansipasi yang disuarakannya terutama lewat tulisan.

Saya pribadi, meski nir pengalaman merayakan Hari Kartini, meyakini bahwa emansipasi itu 'jos gandhos'! Kata bermakna dalam, egaliter, dan inklusif. Emansipasi membuka peluang semakin banyak orang terlibat dan berbuat. Tanpa memandang jenis kelamin, status, riwayat hidup, dll. Emansipasi membuat (mungkin dalam hal ini) wanita bersemangat keluar dari kungkungan 'perbudakan' patriarkal yang menyatakan bahwa hanya laki-lakilah pantas berkiprah dan berjasa. Inilah makna kenangan akan sosok Kartini, bukan hanya karena kebaya.

Syukurlah, ada Kartini!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline