Aku tuntun sang diva masuk kamar. Langkahnya pasti menjejak lantai. Mulus betis sampi belahan dada memancarkan cahaya surgawi. Aku berusaha menentramkan riak-riak ombak nafsu di hati. Sang diva duduk anggun di ranjang berudu. Dia menyibak rambun, melepas gaun, mengulum senyum. Seakan hendak menarik hasrat ku yang kian membara. Aku, hakim tinggi, merasa takluk, gelora hati menyalakan birahi yang tiba-tiba memekarkan yang adik di balik resulting. Buru-buru aku menyalakan lentera. Kiranya remang telah membutakan jarak di kamar hotel bintang lima. Mata sang diva menatap aku tajam. Menembus remang ruang, remang jiwa. Bibir seindah mirah solah bersabda: "Kanapa berlama-lama, nanti keburu azan bergema. Aku merasa darah hangat dari jantung terus mengalir ke bawah melintasi pusar bersemadi di bawah, menegangkan "toga hakim" yang selalu kubawa. Aku terpana, menerka-nerka, harus mulai dari mana, setiap inch memesona. Di luar angin terus mencumbui malam, desahnya melintas Jakarta. "Jangan ragu, aku milikmu, lama bapak telah menafkahiku, ayolah!" Pantai demi pantai aku susuri. Gunung demi gunung diva aku lintasi, belukar demi belukar aku kuak, goa demi goa bersua dengan toga hakim ku. Tiba-tiba.....aku terpana, sekarang aku di tahan KPK, yang tadi cuma fana, ah uang sawer pilkada melintas gunung dan goa diva tapi mungkin mendarat di penjara! Untung isteriku bilang sudah tahu semua, walaupun aku tahu dia DUSTA karena demi CINTA, Cinta keluarga. CINTA TAK GENTAR DUSTA!
Pembaca, gambar di atas adalah cover/sampul buku yang sedang beredar. Kalau tak merepotkan silahakan info ke teman2 terdekat dan saudara. Jika masih ada waktu, silahkan simak tulisan yang ini: http://kesehatan.kompasiana.com/seksologi/2013/11/06/mengapa-kamu-tidak-berdarah-607127.html Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H