Pemerintah sedang gencar mengejar duit orang-orang kaya Indonesia dengan program tax amnesty. Target yang disasar pun sangat ambisius, Rp 165 triliun. Pemerintah sadar, banyak orang kaya Indonesia yang tidak paham dengan seluk beluk pajak sehingga lalai membayar pajak. Ada pula yang memang curang, menghindari membayar pajak.
Ada satu sisi yang barangkali jarang dibincangkan terkait tax amnesty ini, yaitu soal ketimpangan yang menganga lebar. Rupanya, ada banyak orang kaya Indonesia yang memiliki aset milyaran, kendaraan berjejer dan property dimana-mana. Di saat bersamaan, ada juga orang miskin yang untuk makan sehari pun, tidak tau dapat dari mana.
Satu estimasi mencatat, 50% asset di Indonesia dikuasai oleh 1 persen orang. Data ini tak repot kita konfirmasi. Lihatlah misalnya property di kota-kota besar, dimiliki oleh orang-orang itu juga. Padahal, di sisi lain ada ratusan juta orang dilanda krisis property. Utamanya hunian.
Pernah ada artikel yang menuliskan 25 juta keluarga Indonesia belum punya rumah atau hunian permanen. Jika dirata-rata setiap keluarga 1 ayah, 1 ibu dan 2 anak, maka ada berapa ratus juta orang Indonesia yang tak punya hunian? Yup, tidak kurang dari 100 juta orang.
Masalah tempat tinggal ini memang mencemaskan. Di kota-kota besar, harga lahan naik signifikan dan sulit di nalar.
Contohnya di BSD, tahun 2008 lahan seluas 1 meter persegi dihargai Rp 1,5 juta. Saat ini, 8 tahun kemudian harganya naik 10x lipat. 15 juta meter persegi.
Di Jakarta, lebih gila lagi. 1 meter persegi lahan di Jl. Thamrin sudah tembus Rp 150 juta. Namanya juga kota besar, sudah jadi konsekuensi properti harganya selangit.
Yang masalah kalau kita tidak ada perencanaan untuk memiliki aset properti, Minimal ketika nanti anak-anak dewasa, mereka bisa tinggal terpisah dari orang tua dan belajar mandiri di hunian sendiri. Akan lebih baik lagi jika hunian dikelola secara produktif.
Misalnya disewakan ala kamar 'hotel' AirBnb.
Menariknya, pelaku industri properti juga berinovasi. Tau bahwa hanya segelintir orang yang bisa beli properti berharga mahal. Mereka memutar otak membuat produk berkelas tapi masih terbilang murah di lokasi strategis pula.
Jika terus-terusan menyuplai property berharga mahal, sementara segmen pasarnya kian menyempit, lama-lama harganya akan stagnan dan rugi dalam matematika bisnis.