Lihat ke Halaman Asli

Jusman Dalle

TERVERIFIKASI

Praktisi ekonomi digital

Anomali di Dunia Teknologi Informasi

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14296438941778207501

[caption id="attachment_411639" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi: BBC"][/caption]

Apakah anda termasuk salah satu pengguna jejaring sosial yang sudah menggunakan aplikasi pembaca Karakter Berdasarkan Nama dan memostingnya di Facebook? Apakah anda memercayai hasil pembacaan karakter via aplikasi daring itu? Jika “iya”, berarti anda salah satu dari ribuan korban yang perlu pencerahan. Bukan pencerahan oleh saya, tapi mungkin lebih tepat jika konsultasi ke psikolog atau mengikuti psikotest, agar anda mengetahui karakter berdasar basis interpretasi ilmiah.

Beberapa hari terakhir, di jejaring sosial Facebook ramai postingan bersumber dari satu laman website yang serupa aplikasi online. Laman daring tersebut bisa meramal berbagai hal tentang anda. Mulai dari arti nama, kota yang tepat untuk tinggal atau anda mirip binatang apa jika sedang marah. Terkesan ilmiah seperti psikotes, hasil ramalan si aplikasi daring diuraikan dengan bahasa ilmiah dan pilihan kata yang indah.

Psikotest yang lazim digunakan untuk membaca karakter membutuhkan banyak tools uji dan waktu yang lama untuk diinterpretasi. Dengan aplikasi ini, anda cukup mengetik nama pada kolom yang tersedia, maka dalam hitungan detik, hasil ramalan karakter anda keluar dan siap dipublikasi. Hasil ramalan tentu saja menyenangkan bagi si pengguna, sehingga membuat bangga.

[caption id="attachment_379439" align="aligncenter" width="538" caption="Bahkan, nama Iblis pun bisa diramal karakternya. Anda tertarimk pakai nama ini? Dokumentasi pribadi (facebook)"]

1429587751204141330

[/caption]

Setelah hasil ramalan diperoleh, tersedia pilihan untuk membagikan di lini kala Facebook, agar diketahui banyak orang. Dan tampaknya, inilah kunci mengapa aplikasi daring tersebut sukses menjadi viral di Facebook. Lantas, digunakan oleh banyak orang untuk mengetahui karakter mereka sehingga kian tersebar.

Di bagian disclaimer tertulis“all content is provided for fun and entertainment purposes only”. Singkatnya, si pembuat aplikasi bilang jangan percaya hasilnya, karena cuma sekadar untuk main-main. Bagi si empunya, aplikasi ini paling banter bertujuan untuk meraup rupiah karena ramainya trafik di lama “ramalan” daring tersebut. Ini bisa kita lacak dari adanya custom sponsorship dari pengiklan di google (google adv) pada halaman website ramalan tersebut.

[caption id="attachment_379440" align="aligncenter" width="498" caption="Jika menggunakan nama Syaithonirrojim (setan yang terkutuk), ini makna namanya menurut lama ramalan daring tersebut. (Sumber : dok.pribadi)"]

1429587836836775806

[/caption]

Tapi sungguh naif, ternyata masih banyak pengguna jejaring sosial yang betul-betul memercayai hasil ramalan karakter mereka via aplikasi tersebut. Mereka percaya lalu memostingnya di Facebook, karena karakter yang disebutkan memang membanggakan dan pantas diketaui banyak orang.

Heboh aplikasi ramalan ini menggambarkan setidaknya dua hal. Pertama, membenarkan teori Sigmund Freud bahwasifat narsisme ada dalam setiap manusia. Narsisme diartikan dengan cinta pada diri sendiri secara berlebihan yang biasanya ditunjukkan dengan ekspos perihal diri sendiri. Basicly, narsisme bukanlah perbuatan haram. Namun jika salah kelola, ia bisa jadi terlarang. Bahkan bisa berakibat memalukan.

Bahwa lumrah dan merupakan hal yang alamiah, manusia ingin pengakuan dan menunjukkan eksistensi salah satunya dengan berperilaku narsis. Upaya mengekspose diri agar diakui, ada yang diaktualisasikan dalam cara-cara normal dan rasional seperti mengukir karya dan prestasi. Ada pula yang ditempuh dengan cara-cara tidak rasional, cenderung lugu dan bertentangan dengan nalar seperti tergambar dari postingan hasil ramalan krakter yang berseliweran di Facebook tersebut, sehingga terkesan anomali.

Kedua, internet di Indonesia menyisakan anomali atau penyimpangan dan keanehan serta ketidakwajaran. Saya kira tidak ada perdebatan, secara aklamasi kita sepakat bahwa internet dan khususnya jejaring sosial merupakan kristalisasi peradaban. Facebook adalah produk dari maju dan berkembangnya ilmu pengetahuan umat manusia.

Maka munculnya perilaku warga internet (netizen) yang percaya pada sesuatu yang tak masuk akal yang diperoleh di internet, merupakan satu fakta bahwa pengguna hasil peradaban tinggi umat manusia ini (baca : internet dan sosial media), adalah sebuah cacat di dunia informasi teknologi. Terjadi anomali.

Anomali di tengah-tengah masyarakat yang (katanya) melek teknologi informasi ini, juga tergambar ketika sebuah broadcast message yang tak jelas akurasi informasinya disebarluaskan dengan enteng tanpa berpikir panjang. Selain dua contoh di atas : aplikasi ramalan dan broadcast message, sebetulnya masih banyak anomali yang terjadi di dunia teknologi informasi.

Kritis dalam menerima, melihat dan membaca informasi, merupakan tanda masyarakat yang tercerahkan.

Baca juga artikel saya lainnya :

(Opini Kompas) IMF dan Malapraktik Diplomasi

(Opini Republika) Similaritas Geomoneter Rupiah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline