[caption id="" align="aligncenter" width="504" caption="Alat berat dan suasana perbaikan jalan Tol Cipularang yang ambles hingga menyebabkan kemacetan, Senin (27/1) | Image : Jusman Dalle"] [/caption]
TV One akhirnya mem-blowup amblesnya jalan Tol Cikampek-Purwakarta-Padalarang atau lebih dikenal Tol Cipularang akibat curah hujan yang cukup tinggi beberapa hari belakangan. Senin (27/1) kemarin, sekira pukul 08.30, dari arah Bandung menuju Jakarta saya melintas di jalan tol yang masyhur seantero Indonesia itu. Memasuki kilometer 72 + 800 hingga 70 + 200, laju kendaraan tertahan oleh aktivitas perbaikan jalan yang berimbas pada rekayasa arus lalulintas. Biasanya masuk di Tol Pasteur & keluar di gerbang Tol Cikampek hanya 2 jam. Pagi kemarin, menjadi 3 jam. Sampai Senin (27/1) siang, dilaporkan bila progres perbaikan baru 20 persen.
Kala tersaksi wartawan dan kru TV One melaporkan kerusakan jalan yang menghubungkan Jakarta – Bandung itu, terbayang bahwa sebentar lagi ini akan jadi berita yang barangkali mengusik perhatian pemerintah. Dua jam kemudian saya tiba di kantor, di Bintaro. Saat menyalakan TV, perkiraan saya benar. TV One menayangkan secara live perbaikan jalan tersebut. TV One bahkan mengulangi-ulangi berita yang sama, yakni kondisi kerusakan dan lalu lintas di area ambles tersebut.
Petang harinya, TV One masih mengangkat tema Tol Cipularang yang ambles sebagai topik diskusi dengan menghadirkan salah seorang anggota DPR RI dari Komisi yang membidani transportasi dan perhubugan sebagai narasumber. Karuan saja, Tol Cipularang lalu menyerempet ke isu yang cenderung politis. Khususnya masalah anggaran yang diguyurkan ke Kementrian PU dan Perhubungan yang bertanggungjawab pada kesediaan infrastruktur.
Perbaikan jalan Tol Cipularang yang amblas dari Km 70,2 - Km 72,8 memang telah menyebabkan kerugian besar, khususnya di bidang ekonomi. Rekayasa lalu lintas dengan menggunakan sistem lawan arus (contra flow), tampak tak cukup tokcer menyelesaikan masalah. Tak hanya mobilitas barang dan manusia dari atau ke Jakarta - Bandung yang terganggu, tetapi juga turut memukul aktivitas bisnis di rest area yang berada di lokasi tersebut, sebab selama jalan masih diperbaiki pengguna jalan dari arah Jakarta tak lagi bisa melintas dan mampir di rest area.
Untuk bisnis di rest area saja, kerugian ditaksir miliaran rupiah. Apatah lagi pergerakan barang dan manusia yang menjadi tersendat atau mungkin bahkan dihentikan sementara hingga perbaikan jalan tuntas, tentu akibatnya lebih merugikan lagi.
Cipularang adalah arus utama manusia dan berlalulalang. Ia jadi urat nadi ekonomi. Wajar bila kinerja jalan ini sangat berat sehingga butuh maintenance yang intensif. Apa lagi kejadian serupa, Cipularang ambles sudah pernah terjadi pada November 2005 dan Januari 2006. Pertaruhan nyawa manusia ada di sini. Namun sayang sekali hal itu masih kurang dilakukan Jasa Marga selaku operator Tol dan Kementrian PU serta Perhubungan selaku regulator. Kondisi Tol Cipularang banyak yang rusak serta bergelombang. Kadang-kadang saya merasa laiknya naik kuda bila melintas di jalan ini. Di Km 76 – Km 79 serta beberapa spot lain misalnya, jalan ditambal sulam akan tetapi tetap saja bergelombang.
Saya sih berharap, kerusakan Tol Cipularang serta ruas jalan lain seperti di sepanjang jalur Pantai Utara Jawa (pantura) akibat banjir, membuka mata dan nurani pemerintah bahwa Indonesia mengalami masalah besar dalam pembangunan infrastruktur.
Bila jalan nasional sepenting Tol Cipularang saja banyak masalah, lantas bagaimana dengan jalan di daerah lain? Harus jujur diakui, bahwa realita pembangunan infrastrktur Indonesia masih banyak ketimpangan. Sekali lagi, pemerintah harus membuka mata dan nurani bahwa Indonesia mengalami masalah besar dalam pembangunan infrastruktur dan segera membuat formulasi kebijakan yang tepat untuk menuntaskan masalah ini.
Ingat, ketersediaan infrastruktur memadai berpengaruh signifikan bagi roda ekonomi dan aktivitas masyarakat secara umum. Retorika keadilan dan pemerataan seperti banyak digembar-gemborkan pemerintah, hanya bualan belaka bila tak ada langkah kongkrit membenahi persoalan infrastruktur perhubungan. Rakyat tak akan bisa bekerja dengan lancar dan produktiuf serta melakukan mobilitas secara cepat bila kondisi infrastruktur transportasi masih termehek-mehek.
Tol Cipularang yang ambles ini di propinsi dengan penduduk terbanyak di Indobesia. Ini terjadi di Jawa, dibawah ketiak pemerintah pusat. Bayangkan saja sendiri kondisi infrastruktur daerah lain di luar Jawa yang memang selalu dianaktirikan. Hingga tahun 2012, panjang jalan di luar pulau Jawa –termasuk di Sumatera- hanya mencapai 25.259 kilomter atau setara 27,39 persen total jalan nasional yang mencapai 92.212 kilomter. Bagaimana di Sulawesi, Kalimantan, Maluku atau Papua?
Silahkan mampir untuk membaca artikel-artikel saya lainnya di http://jusman-dalle.blogspot.com/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H