Malam terasa hari dengan teriknya yang terang. Mataku amat susah terpejam. Telah pukul 01:19, aku masih memandangi dua buah hanphone yang sering menemaniku, mataku semakin sulit terpejam, ia menuliskan sepotong kalimat agak serius pada sms-nya yang terakhir," ia menyayangiku".
Aku membacanya berulang-ulang kali dan sesekali kumesti tersenyum kecut tak bersuara. Munkin itu pula yang membuatku susah tidur, padahal biasanya aku telah dalam lelap sebelum setengah satu tengah malam. Sehabis membaca novel atau mengisi diary-ku yang sumpet — belakangan ini, frekuensi menulisku tinggi, aku menulis tentang apa saja yang aku pikirkan dan yang kuhadapi hampir dalam jedah waktu yang sempit.
"Apakah ia telah jatuh cinta padaku?", ah, rasanya lucu jika pertanyaan ini menukik hatiku. Tapi, sepanjang malam aku terus dihantui satu pertanyaan itu—sebuah proplem membingungkan tapi bagai lelucon, kupikir itu menenangkan hatiku, kujawab
"munkin!"
"Apa mungkin?", seingatku, terakhir kali ia mengatakan "mustahil", saat kutanya soal hubunganku dengannya. Tentu saja menyangkut rasa dan pilihan cinta.Tapi, ia menjawab lagi dengan intonasi yang lambat"saya kan milik seseorang....."
Mendengar itu, aku langsung tertawa spontan dan memaksanya untuk tidak larut dalam prinsipnya itu. Ia terus menyerangku, walau terkesan amat kelabakan dengan kalimat pertanda kalah "tidak mungkin......." entah beberapa kali.
Pembicaraan kami yang terakhir semakin seru, apalagi karena memang tidak langsung— via telpon. Berkali-kali, ia mencoba menuruti keinginannya untuk selalu percaya bahwa kami memang tidak punya ruang untuk bersama, namun aku terus menyerangnya dengan kemungkinan-kemungkinan yang tidak terlintas dibenaknya.
"Bagaimana kalau suatu hari, kekasihmu meninggalkanmu?" Tanyaku, ia terdiam saja, seolah membayangkan jika hal ini terjadi dan aku bertanya kembali,"bagaimana kalau kita berdua nekat untuk meninggalkan kekasih kita, lalu merencanakan hubungan, kau dan aku?", pertanyaan ini, semakin membuatnya bungkam hampir semenit. Kubiarkan ia begitu, seolah-olah ia akan benar-benar tahu bagaimna rasanya jika dugaanku benar.
"Tapi, sepertinya, segalanya memang bisa munkin, yah, ia akhirnya kurasakan seperti seorang petarung yang mengalah karena kalah—hatiku tertawa kecil, mataku terbenam, melesat ke pikiran-pikiran yang belum terjadi. terasa hening, aku mencoba menghentikan pembicaraan dan sebelum itu, kukatakan sesuatu "betapa ku akan semakin merindukanmu............. "
*********
Namanya elisa, kami belum pernah bertemu, tapi belakangan kami selalu saling merindukan.Usianya empat tahun lebih tua dariku, berteman akrab (bahkan munkin juga berhubungan hati) adalah pertama kali dalam hidupnya dengan lelaki yang lebih muda.