Saya baru saja terbangun dari 'mimpi', ketika saya melihat ada angka 58 diatas gambar Jokowi. Angka 58 itu nampak semakin membesar dan menindih kepala Jokowi, hingga gambar wajah Jokowi perlahan menghilang dan yang tertinggal hanya angka 58. Seketika saya terbangun dan saya sangat terkejut, kemudian berpikir, ada apa ini ? Maaf, saya tidak sedang bercanda, ini serius dan ini benar benar saya 'alami'. Kemudian saya mencoba untuk mengotak atik angka 58, 5+8 = 13. Waduhh saya makin ngeri dengan angka 13, yang mana kebanyakan orang tidak ingin 'berurusan' dengan angka itu. Apalagi bila diteruskan turunannya 1+3 = 4. Saya juga sadar, bahwa mengotak atik angka, dan percaya dengan angka, itu adalah tahayul, juga perbuatan yang tidak intelek, terkesan mistis, dan diluar akal sehat. Tapi saya juga heran, meski begitu, masih banyak juga orang orang yang menganggap angka 13 adalah memiliki arti kurang baik, sial, apes, kurang beruntung dlsb. Terbukti dengan istilah "Celaka 13" , Juga masih ada yang enggan memakai angka 4, sebagai no rumah, no lantai pada gedung bertingkat dan lain lain, yang di 'perhalus' dengan angka 3A. Bahkan sebagian orang jawa dan Tionghoa bilang, bahwa angka 4 itu angka mati.
Mungkin ada diantara anda yang menganggap saya ini sedang mengigau, sebab bila melihat dari hasil Pemilu Kada DKI putaran kedua yang baru lalu, Jokowi dan Basuki sudah menang sesuai perhitungan cepat (Quick Count) dan tinggal menunggu 'ketok palu' dari ketua KPUD saja. Tapi kenapa saya dapat 'ilham' seperti itu ? Apakah itu adalah sebuah pertanda yang kurang baik terhadap eksistensi Jokowi yang sudah tinggal selangkah lagi menjadi Gubernur DKI ? Apalagi baru saja saya membaca berita perihal Kubu Foke - Nara yang belum benar benar ikhlas menerima kekalahannya dalam Quick Count lalu dengan membuka wacana untuk menggugat keabsahan pilkada DKI. Bahkan mereka berencana 'menggaet' advokat sekaliber Yusril I Mahendra, yang dikenal 'jago' dalam urusan hukum Tata negara. Siapa yang tak kenal Yusril ? Jangankan soal kepala daerah, 'kursi' Jaksa Agung saja pernah dia 'goyang goyang' karena lemahnya sistem Yuridis di negara kita.
Memang tak ada yang sempurna, termasuk peraturan dan perundang-undangan yang ada. Jangankan Yusril, bila anda mau menelusuri, pasti ada kelemahan kelemahan dan celah celah pada hukum kita. Terus terang saya prihatin dengan negeri ini. Masih saja ada orang 'pandai', yang justru mengunakan kepandaiannya dengan memanfaatkan kelemahan kelemahan itu untuk keuntungan sendiri dan kepentingan segelintir pihak. Seharusnya dengan kepandaiannya itu, diterapkan untuk menjaga keselarasan dan ketentraman masyarakat luas, bukannya membuat kegelisahan dan ketidak pastian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Saya tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi setelah adanya pengumuman hasil Pilkada DKI nanti, bila bila tim AdvokasiYusril mulai 'bergerak'. Tentu akan jadi sebuah peristiwa yang akan 'menggemparkan' berbagai kalangan. Secara pribadi saya sangat berharap, dan berdoa semoga itu semuanya tak pernah terjadi, dan Kubu Foke - Nara bisa 'legowo' dan menerima Jokowi dan Basuki menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta yang baru. Amin. Dini hari, 23 September 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H