Lihat ke Halaman Asli

Hak Iklan Televisi Gratis Untuk Semua Peserta Pemilu, Mungkinkah?

Diperbarui: 29 Maret 2017   05:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

139840956682442987

Beberapa pekan yang lalu masyarakat kita telah merayakan Pemilu Legislatif sebagai bentuk pesta demokrasi. Tercatat ada 13 partai dan ratusan calon anggota legislatif yang menjadi peserta Pemilu demi memperebutkan kursi dewan di tingkat pusat dan daerah. Mengingat banyaknya peserta pemilu dan rendahnya tingkat sosialisasi mereka di media, kebanyakan masyarakat kurang mengetahui dengan baik profil keseluruhan calon anggota legislatif yang terdapat di dalam kertas suara. Atas hal ini, mungkinkah untuk Pemilu selanjutnya pemerintah bisa memfasilitasi setiap peserta Pemilu untuk mendapatkan hak iklan gratis di Televisi?

Iklan kampanye peserta Pemilu di media khususnya Televisi kini menjadi hal yang cukup penting, karena segmentasinya yang bisa menjangkau hampir seluruh lapisan masyarakat di tanah air. Permasalahannya, tidak semua peserta Pemilu mampu berbelanja sebuah iklan di lembaga penyiaran karena faktor biaya yang cukup tinggi. Oleh karenanya masyarakat sebagai audiens media tidak dijamin untuk dapat menerima informasi yang kaya dan berimbang mengenai calon-calon anggota legislatif yang akan mereka pilih.

Dalam Pasal 1 UU No. 32 tentang Penyiaran, dijelaskan bahwa Siaran Iklan adalah siaran informasi yang bersifat komersial dan layanan masyarakat tentang tersedianya jasa, barang, dan gagasan yang dapat dimanfaatkan oleh khalayak dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan. Dalam pasal ini dijelaskan, bahwa terdapat dua jenis iklan dalam sebuah siaran Televisi, di antaranya iklan niaga dan iklan layanan masyarakat. Iklan niaga adalah iklan komersial sedangkan iklan layanan masyarakat adalah iklan yang nonkomersial. Untuk porsi siarannya, Pasal 46 ayat 7 menjelaskan bahwa Lembaga Penyiaran wajib menyediakan waktu untuk siaran iklan layanan masyarakat di mana waktu siaran iklan tersebut paling sedikit 10% dari siaran iklan niaga. Lebih jauh, Pasal 60 ayat 3 dan 4 Peraturan KPI No. 2 tentang Standar Program Siaran (SPS), menjelaskan bahwa program siaran iklan layanan masyarakat wajib ditayangkan secara cuma-cuma untuk iklan layanan masyarakat yang menyangkut: keselamatan umum, kewaspadaan pada bencana alam, kesehatan masyarakat, dan kepentingan umum lainnya yang disampaikan oleh badan-badan publik. Kemudian di luar hal-hal tersebut program siaran iklan layanan masyarakat wajib diberikan potongan harga khusus.

Dari penjelasan tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa porsi untuk iklan layanan publik yang berbiaya rendah sudah diaturkan dengan baik dalam perangkat peraturan yang ada. Namun, sayangnya dalam Pasal 8 Keputusan KPI No. 45 dijelaskan bahwa siaran iklan terkait pemilihan umum dikategorikan dan dihitung sebagai iklan niaga. Di sinilah letak problematisnya, iklan kampanye yang bisa ditujukan untuk memberikan informasi singkat peserta pemilu kepada masyarakat, justru dikategorikan sebagai iklan komersial selayaknya iklan-iklan produk komoditi perusahaan niaga.

Dalam menyikapi hal ini ada dua langkah solutif yang bisa dilakukan; pertama, pemerintah bisa mengalokasikan dana subsidi khusus bagi para peserta Pemilu untuk membiayai belanja iklan mereka; atau ke dua, -sebagai langkah cermat dan prestisius- pemerintah dan masyarakat dapat merevisi ulang peraturan Keputusan KPI No. 45 tersebut dengan merubah kategori iklan kampanye Pemilu dari iklan niaga menjadi iklan layanan masyarakat.

Langkah merevisi Keputusan Komisi ini merupakan kebijakan yang rasional dan cukup mendasar, karena setidaknya juga telah didukung oleh sebuah Undang-Undang yang segi legalitas formalnya jauh lebih tinggi dari sekedar sebuah Keputusan Komisi. Adalah pasal 95 UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif, dengan tegas menjelaskan bahwa iklan kampanye Pemilu dapat dilakukan oleh peserta pemilu di lembaga penyiaran dalam bentuk iklan komersial atau iklan layanan untuk masyarakat, di mana lembaga penyiaran wajib memberikan kesempatan yang sama kepada setiap peserta Pemilu dalam pemuatan dan penayangan iklan kampanye Pemilu tersebut.

Lebih jauh Pasal 6 ayat 1 dan 2 UU No. 32 menjelaskan bahwa semua bentuk penyiaran diselenggarakan dalam satu sistem penyiaran nasional, dan dalam sistem penyiaran nasional tersebut negara menguasai spektrum frekuensi yang digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Atas dasar ini, negara memiliki otoritas penuh bagi setiap lembaga penyiaran untuk dapat mengorientasikan segala bentuk penyiaran nasional terhadap kepentingan masyarakat secara umum. Berdasarkan kepada pasal ini, merubah ketentuan iklan layanan publik dalam hal penambahan durasi atau pembebasan biaya sekalipun menjadi sangat mungkin untuk bisa dilakukan.

Kembali menyoroti hak iklan gratis terhadap para peserta Pemilu, selayaknya kerangka pikir terhadap orientasi kemanfaatannya harus bisa kita benahi terlebih dahulu. Iklan kampanye Pemilu tidak selalu harus diorientasikan untuk kepentingan para peserta kampanye, namun seharusnya bisa diorientasikan untuk kepentingan masyarakat demi meningkatkan pemahaman mereka terhadap platform, profil, serta visi dan misi para peserta Pemilu yang akan mereka pilih.

Yang harus diingat, pembahasan ini baru berbicara soal edukasi politik masyarakat di tataran iklan. Kita belum menyentuh perihal program acara Televisi, di mana program acara layanan masyarakat juga mempunyai pengaturan yang kurang lebih sama dengan iklan layanan masyarakat yang sudah kita cermati. Dalam program acara layanan masyarakat yang memiliki durasi penayangan lebih panjang, tentu akan lebih banyak hal yang bisa dialokasikan untuk kepentingan edukasi politik masyarakat ini.

Kesimpulannya, hak iklan gratis bagi peserta kampanye yang diorientasikan untuk kepentingan masyarakat sangat mungkin untuk dilakukan. Namun, hal ini bisa terjadi jika masyarakat sudah mampu menjadi partisipan yang aktif dalam memonitor setiap pengaturan dan keputusan politik yang ditetapkan untuk kemaslahatan bersama. Jika masyarakat semakin mampu meningkatkan partisipasi politik mereka, insya Allah Pemilu mendatang akan dapat terlaksana dengan lebih baik.

……



*Perihal Hak Iklan ini saya mendapatkan inspirasinya dari seorang murid sekolah yang bernama Faszya (Kelas 8). Saat proses KBM di kelas, ia mengemukakan gagasan Hak Iklan untuk sosialisasi tempat wisata di Indonesia. Sungguh sebuah gagasan luar biasa yang muncul dari seorang anak jenjang SMP.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline