Lihat ke Halaman Asli

Jugun Ianfu: Wanita Korban Kejahatan Perang Zaman Jepang

Diperbarui: 16 Mei 2022   18:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kedatangan Jepang ke Indonesia pada tahun 1942 menjadi tanda dimulainya babak baru dalam sejarah penjajahan di Indonesia. Selain menggeser dominasi dan kekuasaan Belanda di Indonesia, Jepang juga berhasil menarik perhatian dan simpati masyarakat pribumi kala itu. Program propaganda yang dilakukan oleh Jepang berhasil membuat hati masyarakat luluh dan menjadi berempati kepada Jepang. 

Dengan cara ini Jepang akhirnya berhasil menguasai Indonesia dan mulai menerapkan kebijakan-kebijakannya terhadap bangsa Indonesia. Kebijakan yang diterapkan oleh Jepang tersebut secara langsung juga membawa kultur bangsa Jepang ke Indonesia baik dari segi politik, militer, sosial, dan juga pendidikan.

 Dalam bidang sosial, Jepang membawa kultur budaya wanita penghibur ke Indonesia. Istilah wanita penghibur yang ada di Jepang saat itu ialah Jugun Ianfu, yang berarti wanita penghibur yang mengikuti tentara Jepang. Berdasarkan pengertian tersebut dapat langsung dipahami bahwa adanya wanita penghibur merupakan suatu kebutuhan bagi tentara Jepang. 

Biasanya, Jugun Ianfu diambil dari wanita-wanita muda yang merupakan penduduk asli di mana tentara Jepang mendarat. Apabila mendarat di Indonesia, maka Jugun Ianfu terdiri dari wanita-wanita muda yang berdarah Indonesia.

Lebih banyak dari mereka yang menjadi Jugun Ianfu merupakan wanita yang diculik secara paksa untuk menjadi wanita penghibur para tentara Jepang. Keberadaan wanita penghibur ini jika mengacu kepada sejarah di Jepang, mereka dikenal sebagai Geisha yang merupakan wanita penghibur profesional yang memiliki kemampuan menyanyi dan menari. 

Adapun istilah Karayuki-san merupakan wanita penghibur profesional sama seperti Geisha yang berasal dari Jepang akan tetapi pekerjaan mereka dilakukan di luar negeri seperti di Cina, Rusia, dan negara-negara lainnya. 

Secara kedudukan, Jugun Ianfu memiliki tingkatan yang lebih rendah sebagai wanita penghibur dibandingkan Geisha dan Karayuki-san. Hal tersebut dikarenakan Jugun Ianfu sifatnya lebih kepada “budak” dibandingkan “penyedia jasa” profesional. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa Jugun Ianfu merupakan suatu kejahatan perang terhadap wanita selama masa penjajahan Jepang.

Pada dasarnya, cara Jepang dalam melakukan perekrutan Jugun Ianfu ini sama seperti cara mereka mengerahkan tenaga Romusha, yakni dengan melakukan pemaksaan, kekerasan, dan juga penipuan agar para wanita tidak menolaknya. Pemerintah Jepang di Indonesia melakukan perekrutan Jugun Ianfu secara tersembunyi dengan mengutus lurah desa melalui tonarigumi. 

Berdasarkan kesaksian mantan keluarga Jugun Ianfu di Yogyakarta, pemerintah Jepang ingin merekrut anaknya untuk disekolahkan / diberikan beasiswa ke Balikpapan. Namun kenyataannya, anaknya yang masih berumur 15 tahun tersebut dijadikan sebagai wanita penghibur di Kalimantan.

Dengan melihat pada pola masyarakat Indonesia yang mudah percaya tersebut, pemerintah Jepang kala itu mengincar masyarakat kalangan bawah dengan berbagai iming-iming untuk mau ikut bersama mereka. Persoalan klasik seperti kebutuhan ekonomi dan tingkat pengetahuan yang rendah menjadi hal yang sangat memudahkan Jepang untuk merekrut Jugun Ianfu di Indonesia. 

Mereka hanya perlu mengiming-imingi pekerjaan yang layak, pendidikan yang baik, dan pendapatan yang besar untuk meyakini para calon pekerja tersebut. Setelah mereka sadar akan bekerja sebagai wanita penghibur, pemerintah Jepang akan memberikan ancaman agar para korban tidak melakukan perlawanan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline