Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan mendefinisikan bahwa perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara professional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka. Tujuanya adalah untuk memberikan layanan kepada pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca, serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pasal 22 (ayat 3) menyebutkan Perpustakaan umum yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, kecamatan, dan desa/kelurahan mengembangkan system layanan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
Dari pasal 22 (ayat 3) diatas sudah sangat jelas amanah pemerintah bahwa setiap perpustakan umum yang diselenggarakan oleh pemerintah (provinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa) agar mengembangkan system layanan perpustakaan berbasis TIK. Persoalannya adalah di era keterbukaan informasi public, teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sekarang ini, kita masih melihat betapa banyak perpustakaan yang hadir sebagaimana pemaknaan sederhana secara umum, yaitu hanya sebagai tempat penyedia buku, majalah, koran, dan karya cetak lain yang ditata rapi, belum mengembangkan system layanan berbasis TIK.
Apatahlagi perpustakaan-perpustakaan yang berada di desa desa, lebih khusus di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia, (Sambas-Kalimantan Barat) yang memiliki sangat banyak keterbatasan baik dari segi Pembiayaan, akses (jaringan komunikasi/internet) yang sangat buruk, dan tantangan lainnya. Jangankan untuk pengembangan perpustakaan berbasis TIK, untuk sekedar pengadaan bahan bacaan atau untuk memulai mendirikan perpustakaan di Desa-desa saja memerlukan perjuangan panjang dalam penyadaran pemerintah desa, dan masyrakat. Karena memang saat ini perpustakaan belum dianggap penting oleh pemerintah dan masyarakat, kalah penting oleh pembangunan infrastruktur dasar yang memang bagi sebagian sangat mendesak.
Pusat Belajar Masyarakat Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
Dewasa ini Teknologi, Media Informasi dan Komunikasi setiap saat berkembang dengan pesat, tak terbendung. Perpustakaan harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi sekarang ini. Namun juga tidak sepenuhnya meninggalkan pelayanan yang awam dilakukan. Karena kita yakin bahwa fisik bahan bacaan juga masih penting dan sangat penting bagi generasi bangsa kedepan.
Ketika perpustakaan telah menyatakan untuk mentransformasi diri menjadi pusat belajar masyarakat berbasis TIK, maka aturan-aturan didalam perpustakaan perlu untuk direvisi, harus memiliki Standar Operasional Prosedure (SOP) yang ketat, agar tidak kebablasan, dan tidak disalahgunakan oleh pengguna perpustakaan (pemustaka). Ini sebagai upaya kita untuk mencegah hal-hal yang mungkin saja terjadi diluar kehendak kita. Karena sudah menjadi rahasia umum bahwa cyber crime saat ini sangat kejam.
Era informasi ditandai dengan lebih mudahnya public dalam mengakses informasi, baik itu menerima, mendapatkannya, menghasilkan dan menyebarkan informasi. Kemajuan yang sangat pesat bidang teknologi dan komunikasi nyaris menghilangkan batas-batas social, wilayah, geograsfis, mengenalkan dan mendekatkan yang jauh, memudahkan pencarian informasi bahkan dalam hitungan detik. Media yang digunakan dalam penyebarluasan informasi pun sudah bersifat paperless,tanpa kertas, sehingga tidak memerlukan ruang yang cukup luas untuk menyimpan ribuan informasi.
Ketika sudah bertranformasi menjadi pusat belajar masyarakat yang berbasis Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK). Dengan begitu, koleksi bahan bacaan yang akan tersedia di perpustakaan tidak hanya buku (cetak) saja, namun bisa sangat beragam dan bervariasi seperti bisa audio (rekaman suara) dan audio-visual (CD, DVD, dan jenis rekaman video lainnya) yang berisi ceramah, motivasi, kisah sukses, cerita anak dan lain-lain, serta e-book, yang semua itu bisa disimpan dalam bentuk digital.
Hadirnya perangkat teknologi kita yakini akan lebih mempermudah pelayanan dan penyelenggaraan perpustakaan. Apalagi misalnya ketika perpustakaan itu menjadi Pusat belajar masyarakat berbasis TIK. Tentu akan sangat mempermudah pencarian informasi bagi pengguna perpustakaan (pemustaka). Jika perpustakaan secara umum mungkin memiliki keterbatasan terhadap koleksi bahan bacaan, namun dengan disediakannya perangkat Teknologi Informasi maka jumlah bahan pustaka menjadi tak terhingga, semua akan tersedia dalam Bank Data, mesin pencari yang benama Google. Pemustaka bisa mencari referensi (bahan bacaan) sesuai dengan kebutuhan, passion, hobi dan kepentingan mereka.
Dengan dijadikannya Perpustakaan sebagai Pusat Belajar Masyarakat berbasis TIK, tentu akan menjadi lebih seru, lebih rekreatif, lebih informative dan bisa menjawab setiap kebutuhan yang diinginkan oleh masyarakat sekitar perpustakaan. Secara tidak langsung akan menggalang kegemaran masyarakat (khususnya kalangan anak muda) untuk lebih meningkatkan intensitasnya mengunjungi dan memanfaatkan Perpustakaan yang kemudian akan menjadi pusat belajar masyarakat di seluruh penjuru tanah air. Semoga.