Tidak banyak yang tahu bahwa setiap 11 Desember -saya juga baru tahu- dirayakan sebagai hari gunung internasional. Situs PBB menjadikan keberadaan hari gunung internasional sebagai hal penting.
Pertama, pegunungan adalah anugerah dari alam bak permata yang harus disyukuri. Pegunungan menjadi rumah bagi populasi dunia dan sekira separuh keanekaragaman hayati.
Yang paling penting pegunungan menjadi sumber air tawar bagi separuh populasi umat manusia di Bumi. Pegunungan adalah nyawa bagi pertanian dan ujungnya menyediakan pangan bagi umat manusia. Artinya menjaga dan melakukan konservasi gunung sama dengan mempertahankan peradaban manusia secara berkelanjutan.
Apa yang terjadi pada sejumlah gunung di dunia merupakan tanda bahwa Bumi sedang tidak baik-baik,seperti fenomena terlambat datangnya salju di Gunung Fujiyama.
National Geographic pada Februari 2024 lalu melaporkan selama 30 tahun terakhir sekira 12 persen salju di Pegunungan Andes di Amerika Selatan hilang. Celakanya, hilangnya salju diikuti ancaman ketersediaan air tawar di berapa bagian Amerika Selatan.
Belum lagi kebakaran hutan di gunung yang menjadikan benteng konservasi itu menjadi buruk sudah banyak terjadi di banyak wilayah di dunia. Masalahnya kebakaran itu tidak selalu disebabkan peristiwa alami, seperti sambaran petir, tetapi juga kecerobohan manusia, seperti yang pernah terjadi di berapa gunung di Indonesia.
"Alhamdulillah secara umum gunung di Indonesia sudah baik karena sebagian besar dikelola dengan baik dan berkesinambungan. Untuk SDM, para petugas mengikuti banyak pelatihan kepemanduan gunung seperti di Gunung Dempo dan Pagar Alam," kata senior pencinta alam alumni Mapala Universitas Indonesia Ripto Mulyono ketika saya hubungi 15 Desember 2024.
Dinas Pariwisata Pagar alam antusias sekali mengadakan pelatihan pemandu gunung dan sertifikasi pemandu gng yg kompeten.mereka bekerja sama dengan Asosiasi pemandu gunung Indonesia dan LSP Pramindo.
Secara berkali dengan target harus ada pemandu gunung yang bersertifikat di kaki Gunung Dempo. Begitu juga di kaki gunung lain seperti Gunung Kerinci di Jambi, Gunung Rinjani di Lombok, Gunung Ganda Dewata di Sulawesi Barat.
Ripto membenarkan bahwa hamparan salju di Puncak Jaya dengan ketinggian 4.862 meter sudah menipis dibanding 35 tahu lalu, ketika dia bersama Mapala melakukan ekspedisi Lorentz pada 1989.