Situasi politik pasca 1965 dan banyaknya rakyat yang belum divaksin sejak masa Jepang, membuat wabah cacar berkecamuk pada 1969, di Jabar diperparah oleh cerita Jurig Kuris
Pada pertengahan Maret 1962 warga Jawa Barat dikejutkan dengan berjangkitnya penyakit cacar (small pox) yang disebabkan virus variola. Penyakit ini berawal dari kawasan yang waktu itu termasuk kawasan terpencil, yaitu Banten Selatan. Kawasan itu mencatat sebanyak 254 warga Banten terjangkit.
Kemudian menjalar ke Pelabuhan Ratu, Cianjur Selatan, Garut Selatan dan Padalarang. Daerah yang parah di Jabar waktu itu awalnya Garut Selatan di mana sebanyak 30 warga terjangkit. Jumlahnya meningkat tiga kali lipat menjadi kemudian 100 orang. Operasi pencacaran pun digelar tidak saja di Banten, tetapi juga di wilayah tetangganya Jakarta dan Jawa Barat.
Namun kemudian cacar malah menjalar ke Sukabumi Selatan, Cianjur Selatan dan Garut Selatan membuat dinas kesehatan di daerah-daerah tersebut kalang kabut. Bahkan sampai di Kota Bandung.
Pasalnya vaksinasi cacar yang berhasil secara signifikan dilakukan Pemerintah Kolonial Belanda menjadi terabaikan waktu masa pendudukan Jepang. Namun wabah ini sebetulnya sempat reda pada 1950-an dengan melaksanakan vaksinasi kembali dan kembali merebak pada 1962 dan pada 1963 tercatat 13,773 Jawa Barat terjangkit cacar.
Pada 1965 untuk Jawa Barat angkanya bisa ditekan ke angka 809, namun pada 1968 melonjak lagi ke 9.548 dan 1969 menjadi puncak kedua yaitu mencapai 11.966 kasus.
Penyebabnya menurut penelitian Zanuar Rivaldy dan kawan-kawan (2021) anatara lain suasana politik pasca Gerakan 30 September 1965 membuat kinerja pemberantasan cacar mengalami hambatan. Menurut mereka selain di Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah juga mencatat kasus signifikan.
Hal itu karena sejumlah daerah yang mengalami gangguan keamanan tidak banyak dikunjungi petugas hingga banyak rakyat tidak mendapat vaksinasi. (lihat tabel).
Bagaimana dengan Jawa Barat? Catatan kesehatan masyarakat di Jawa Barat pada 1969 tidak baik-baik saja. Pikiran Rakjat 23 Juni 1969 mengungkapkan dari hasil penyelidikan Tim WHO di Subang ternyata ada kira-kira 66 ribu anak yang belum dicacar.