"Bagaimana kalau ada spesies lain yang lebih kuat dari manusia dan berada pada puncak rantai makanan tiba-tiba hadir di muka Bumi ini? Bagaimana kalau mereka merampas kemerdekaan manusia dengan menjadikannya sebagai peliharaan karena dinilai eksotik?" maki aku kepada Yanto dan Kabul.
Kedua orang yang tertangkap polisi hutan karena membawa dua ekor bayi orangutan dalam kotak tertutup hendak dibawa ke perbatasan dengan sepeda motornya.
Yanto dan Kabul menatap padaku dengan pandangan dingin. Mereka menunjuk jempol ke bawah. Mereka ingin mengatakan bahwa aktivis pembela satwa seperti aku akan berakhir tragis, seperti sejumlah aktivis lingkungan di Kalimantan ini.
Ini bukan pertama kalinya mereka tertangkap. Sebelumnya mereka tertangkap ketika membawa bekantan dengan cara yang sama. Ya, mereka ditangkap, tetapi kemudian dibebaskan karena ada yang membayar denda mereka. Itu kejadian di daerah lain, sebelum mereka dibawa ke pos polisi sudah ada yang menghampiri.
Aku tahu bos mereka adalah Yongki Aribowo, seorang pedagang satwa illegal. Dia juga punya penadah di seberang.
Nama Wahyu Zulkarnaen, yaitu aku sudah menjadi target mereka untuk dicelakakan. Sebab aku nekat membebaskan dua ekor hewan sejenis beruang madu aku kira, pada suatu malam, yang juga sedang dicari Rafika Aminarti, sahabatku yang juga kerja di NGO keanekaragaman hayati.
Menurut dia beruang madu itu spesies baru karena warna bulunya merah maroon, bukan hitam atau cokelat. Hanya sedikit yang pernah bertemu kedua hewan itu, aku, Rafika dan seorang mahasiswa dari Bandung bernama Nugi Herdian yang pernah bertemu dua beruang itu.
Menurut cerita mereka, kedua beruang itu membuat sarang berbentuk kubah dari ranting-ranting kayu, lalu ditutup daun-daun dengan rapat hingga tidak tembus air hujan. Spesies ini seperti berang-berang membuat sarangnya.
"Apakah hewan ini termasuk cerdas seperti simpanse atau lumba-lumba?" tanya aku.
"Kemungkinan iya," jawab Rafika. "Sarangnya terlalu rapi untuk dibuat hewan. Polisi dan petugas BKSDA malah menduga mereka menempati bivak yang dibuat para pencinta alam bukan membuat."
Aku sempat bertatapan mata dengan dua hewan itu, ketika aku sendirin nekat membebaskan mereka dari jerat yang mengikat kaki mereka dan merusak kurungannya, ketika Yanto dan Kabul sedang makan, karena lapar lama menunggu kedua hewan yang sudah lama diintai kabur.