Pada masa awal Orde Baru, ketika kehidupan ekonomi masih dalam tahap pemulihan, di tengah penerbitan buku yang bermutu yang terancam gulung-tikar dan bukunya masih dianggap luks oleh rakyat, kota Bandung-sepertinya juga terjadi di Jakarta dan berapa kota lainnya, dibanjiri oleh buku komik dan mulai muncul apa yang disebut sebagai "Bacaan Dewasa" yang istilahnya kelak terus berlaku pada dekade sesudahnya bahkan hingga kini. Bahkan istilah awalnya adalah "Hiburan Corak Baru".
Persoalan buku cabul sebenarnya sudah ada pada 1950-an di Kota Bandung. Hanya saja pada masa itu dampaknya tidak sebesar pada 1969 karena peredarannya terbatas dan anak-anak serta tidak banyak mengaksesnya. Baca: Bandung 1957: Aparat Menindak Keras Crossboy dan Bacaan Cabul
Pikiran Rakjat 23 Maret 1969 menyampaikan tempat-tempat yang menjual dan menyewakan komik-komik senantiasa ramai dikunjungi para pelangggan yang terdiri dari anak-anak usia SD hingga remaja usia SMA. Komik-komik itu berisi cerita silat hingga percintaan. Kalau cerita silatnya seperti Koo Ping Ho tidak masalah.
Yang membuat gempar sekitar 90 persen dari komik pasti memuat cerita hubungan mesra antara tokoh utama laki-laki dan perempuannya, yang dibungkus dalam cerita silat. Tidak dijelaskan apa cerita silat berlatar belakang Tiongkok atau cerita silat dengan latar belakang Indonesia,
Untuk cerita romans, umumnya mengisahkan bagaimana laki-laki yang hartawan menggandeng gadis-gadis cantik dengan pakaian sesuai mode dengan mengendarai sepeda motor. Kawasan Puncak kerap digambarkan sebagai kawasan tempat kencan. Anak-anak itu menyelipkan komik-komik itu dalam buku pelajaran dan membacanya tidak saja waktu istirahat, tetapi juga ketika gurunya sedang menerangkan pelajaran di kelas.
Anak sekolah menggunakan uang jajannya untuk membeli buku komik bahkan membohongi orangtuanya meminta uang membeli buku pelajaran ternyata membeli buku komik. Yang membaca bukan saja anak-anak dan remaja laki-laki, tetapi gadis-gadis dalam usia pubertas.
Pada saat bersamaan bioskop-bioskop di Bandung didominasi film yang bertema serupa, kalau tidak cerita silat yang tokoh utamanya laki-laki dan perempuan, cerita romans. Pikiran Rakjat edsi 26 Maret 1969 memuat iklan berupa film yang sedang diputar di bioskop Dian Theater bertajuk "Golden Swallow" yang dibintangi Wang Yu, Cheng Pei-Pei" pada 26-28 Maret, kemudian Pikiran Rakjat edisi 28 Maret 1969 menginformasi, "Pedang Sakti dan Pisau Maut" pada 29-31 Maret, "Tuning Sword" atau "Pedang Irama Maut" pada 11-14 April 1969.
Selain film silat surat kabar "Pikiran Rakjat" pada tanggal itu menawarkan film bertajuk "That Kind of Girl" yang berkisah penyakit menular seksual yang menyerang muda-mudi di Kota London yang diputar di bioskop Pelangi dan Panti Karya pada 26-28 Maret , "Rice Girl" juga di bioskop sama 4-6 April, sementara Pikiran Rakjat edisi 11 April 169 memberitakan, "Walk The Hot Street" di Panti Budaya dan Silihwangi pada 11-12 April.
Wilson Nadeak dalam artikelnya bertajuk "Kita Biarkan Generasi Kini?" dalam Pikiran Rakjat 13 April 1969 mengungkapkan beragam buku komik, silat, cowboy hingga majalah seks bertebaran di pelataran stasiun kereta api di Jakarta, Bandung dan Surabaya. Orang-orang yang baru keluar dari kereta dengan mudah melihatnya.
Bahkan bacaan juga seperti itu dijajakan oleh anak-anak kecil di pinggir jalan ditujukan kepada orang-orang yang menunggu kendaraan. Anak-anak kecil itu dengan piawai mempromosikannya dan memahami isi dari bacaan itu hingga menarik orang untuk membelinya.