Walaupun saya tidak bermukim di Kota Bandung, namun saya merasa ikatan batin saya terhadap kota ini begitu kuat. Pertama ibu saya pernah tinggal di kota dan saudara-saudara dari garis ibu banyak menikah dengan orang Bandung. Pada sisi lain almarhum ayah saya asli berasal dari Sumatera Barat. Praktis saya adalah separuh Jawa Barat, tepatnya Bandung. Saya tidak pernah ke Sumatera Barat.
Jadi, Pemilihan Kepala Daerah di Bandung menjadi perhatian saya karena Bandung is My Lovely City. Kira-kira begitu. Tentunya juga Depok dan Jakarta tetapi nantilah di tulisan lain.
Bandung itu punya modal besar. Pertama Bandung adalah pabrik SDM yang luar biasa karena empat perguruan tinggi negeri ada di kota itu, Institut Teknologi Bandung, Universitas Padjadjaran, Universitas Pendidikan Bandung dan UIN Gunung Djati.
Belum lagi perguruan tinggi negeri lain yang spesifik seperti Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung, Politeknik Negeri Bandung, Politeknik Kesehatan Bandung, Institut Seni Budaya Indonesia
Belum lagi perguruan tinggi swasta yang terkemuka, ada Universitas Parahyangan, Telkom University, Itenas, Universitas Pasundan, Universitas Islam Bandung, Universitas Muhammadyah Bandung, Universitas Kristen Maranath, Unikom dan sebagainya. Total jumlah perguruan tinggi negeri dan swasta dari berbagai spesifikasi di kota ini saya perkirakan lebih dari 50
Perguruan tinggi ini sudah punya akar sejarah yang panjang sejak 1950-an dan hebatnya hampir perguruan tinggi-sekalipun sebagian pindah ke Jatinangor berkumpul dalam suatu massa berdekatan di Bandung Utara. Badan Pusat Statistik Jawa Barat menyebutkan angka partisipasi kasar lulusan perguruan tinggi mencapai 48,70 pada 2022, naik signifikan dibanding 2021 yaitu 41,77.
Terkait dengan SDM yang baik ialah Indeks Baca Masyarakat (IBM) Kota Bandung menurut rilis Badan Pusat Statistik pada 2023 berada pada angka 78,81. Nilai ini naik dari 2022 sebesar 76.07.
Sementara Indeks Literasi masyarakat di kota kembang ini pada tahun yang sama berada pada angka 86,70. Perpustakaan Nasional juga melakukan survey senada terkait membaca, Bandung berada pada posisi keenam dengan angka 73,63.
Dengan angka APK perguruan tinggi yang nyaris separuh dari warga kota berpopulasi 2,7 juta jiwa ini dan tingkat literasi yang tinggi mustahil, masyarakat yang terdidik ini tidak tahu masalah krusial di kotanya,ancaman dari lingkungan misalnya krisis ekologi di Kawasan Bandung Utara, masalah sampah, berkurangnya mata air dan sungai.
Mereka pasti mengalami kemacetan yang luar biasa karena rasio kendaraan bermotor serta populasi 1:1. Angka ini lebih tinggi dari Jakarta. Jika waktu weekend wisatawan Jakarta masuk, seperti apa Bandung macetnya. Kawan-kawan saya di Bandung ketika libur panjang malas ke Lembang karena pasti macet. Kalau saya ke Bandung untuk healing pasti di hari kerja.