Lihat ke Halaman Asli

irvan sjafari

TERVERIFIKASI

penjelajah

Kalau Ekonomi Desa Tumbuh, Malah Deurbanisasi dari Jakarta

Diperbarui: 12 April 2024   17:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: https://dprd-dkijakartaprov.go.id

Bagaimana Jakarta tidak menarik? Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan Ekonomi Jakarta pada 2023 tumbuh sebesar 4,96 persen.  Sebetulnya  tidak jauh dengan Jawa Timur sebesar 4,95%, Jawa Tengah 4,98% bahkan di Jawa Barat yang mencapai 5%.

Pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta lebih lambat dibanding capaian tahun 2022 yang mengalami pertumbuhan sebesar 5,25 persen, tetapi lebih tinggi dibanding dari 2021 sebesar 3,55%, pada 2020 sempat minus 2,39% dan pada 2019 sebesar 5,19 persen.

Pertanyaannya, mengapa orang-orang tetap berbondong-bondong ke Jakarta mengadu nasib? Mri buka data ekonomi Jakarta.

Asisten Perekonomian dan Keuangan Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Sri Haryati dalam seminar daring "Outlook Jakarta 2024" di Jakarta awal Desember lalu menyampaikan data Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan Jakarta memberikan konstribusi terbesar dalam ekonomi nasional yakni 16,62 persen pada triwulan III 2023. Capaian ini terbesar di seluruh Indonesia.  Sumber: Liputan6   dan Antara 

Barometer ekonomi lainnya, yaitu investasi yang masuk ke Jakarta pada triwulan III 2023 menembus  Rp50,9 triliun.  Jakarta juga merupakan pusat perputaran uang nasional. Pada 2021, sebanyak 70 persen uang yang beredar berada di Jakarta.

Sejak kapan arus urbanisasi ke Jakarta? Rahadian Ranakamuksa Candiwidoro dalam artikelnya "Menuju Masyarakat Urban: Sejarah Pendatang di Kota Jakarta Pasca Kemerdekaan (1949-1970)" dimuat dalam Jurnal Sosiologi Volume 4 Nomor 1 2017 mengutip Susan Blackburun menyebutkan arus urbanisasi pertama terjadi antara 1948-1949.

Pada masa itu penduduk Jakarta bertambah drastis dari 823.356 jiwa menjadi 1.340.625.

Rahadian mengatakan  seiring dengan kembalinya Pemerintah Republik dari Yogyakarta ke Jakarta pada 1949 para penduduk desa melihat Jakarta sebagai tempat yang menjanjikan akan membawa kemakmuran.

Sejarawan alumni UGM ini juga melihat motivasi lain yaitu  mereka yang menghindari kerusuhan akibat pemberontakan terutama di Jawa Barat, seperti Pemberontakan DI/TII.

Pada perkembangannya terjadi kemandekan ekonomi di desa dan pada sisi lain pertumbuhan penduduk mencapai tingkat yang sangat tinggi.  Sementara pendapat lebih rendah mamaksa penduduk desa mencari jalan lain untuk meningkatkan taraf hidupnya.

Pada 1970 penduduk Jakarta menembus angka 4,5 juta.  Hal ini membuat Gubernur Ali Sadikin mengeluarkan kebijakan Jakarta sebagai Kota Tertutup bagi pendatang baru dari daerah lain pada 5 Agustus 1970.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline