Emisi karbon bukan hanya datang dari bahan bakar fosil yang dilepaskan kendaraan bermotor, aktivitas industri, hilangnya hutan, emisi hewan ternak, tetapi juga tanah yang kering yang retak-retak.
Tim peneliti dari Universitas Tufts mengungkapkan sekitar 80 persen karbon bumi tersimpan di dalam tanah. Saat ini kekeringan menyebabkan pelepasan gas rumah kaca dalam jumlah yang meningkat.
Guru Besar Teknik Sipil Universitas Tufts Farshid Vahedifard bersama rekannya Louis Berger menyampaikan dengan meningkatnya siklus dan parahnya kekeringan di beberapa wilayah, reservoir penting tersebut retak dan rusak. Imbasnya tanah yang kering itu melepaskan lebih banyak karbon dioksida dan gas rumah kaca ke atmosfer.
Selama ini model perubahan iklim lebih banyak menyorot mencairnya es laut, paparan sinar matahari ke permukaan laut, kebakaran hutan karena kondisi hangat dan kering yang pada akhirnya melepaskan banyak karbon dioksida ke atmosfer.
"Kekeringan, yang ditandai dengan rendahnya kadar air tanah dan suhu tinggi dalam jangka waktu lama, menyebabkan keretakan pada tanah berbutir halus, terkadang mencapai beberapa meter di bawah permukaan," ujar Vaherdifard seperti dikutip dari situs Tufts University beberapa waktu lalu.
Retakan tersebut mengakibatkan lebih banyak paparan terhadap udara, peningkatan aktivitas mikroba dan penguraian bahan organik, pelepasan karbon dioksida.
Dampak lainnya ialah hilangnya nutrisi serta kemampuan untuk mendukung pertumbuhan tanaman, sehingga mengurangi penyerapan karbon dioksida.
"Retakan yang dalam memperlihatkan cadangan karbon yang jauh lebih tua yang sebelumnya stabil dan terlindungi," kata Vahedifard.
Penetrasi udara ke dalam tanah mempercepat pelepasan tidak hanya karbon dioksida dari bahan organik tetapi juga gas rumah kaca lainnya seperti dinitrogen oksida.
Hewan kecil seperti cacing tanah dan kaki seribu yang membantu membalik tanah juga terpengaruh. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya kelembapan dan peningkatan paparan udara, sehingga kurang mampu berperan aktif dalam siklus unsur hara dan pemeliharaan struktur tanah. Hal ini, pada gilirannya, meningkatkan kemungkinan retak dan aerasi tanah.