PBB memprediksi populasi manusia di dunia mencapai 9,7 miliar pada 2050. Sebagian besar dari penduduk itu bermukim di perkotaan.
Para ahli menyatakan kondisi ini memerlukan peningkatan 70 persen dari tingkat produksi pangan global. Pada sisi lain lahan pertanian semakin terbatas akibat krisis iklim dan urbanisasi.
Untuk itu diperlukan terobosan sistem pangan yang tidak bisa lagi dengan cara seperti sekarang. Tujuannya meningkatkan ketahanan pangan di masa depan.
Terobosan yang bisa dilakukan ialah mendorong pengembangan smart farming, seperti hidropoinik, pertanian vertikal hingga pertanian dalam ruangan.
Salah satu lembaga yang sedang membuat terobosan itu ialah Universitas Negeri Gadjah Mada. Departemen Teknik Pertanian dan Biossistem (DTPB), Fakultas Teknologi Pertanian dari universitas itu mengembangkan apa yang disebut sebagai Smart Agri Plant Factory yang diresmikan pada 23 Februari 2024.
Koordinator penelitian di Smart Agriculture Research, Dr. Andri Prima Nugroho menyampaikan fasilitas ini dibangun untuk menjawab kebutuhan solusi pertanian yang inovatif dan adaptif.
Mengurangi Jejak Karbon
Smart Agri Plant Factory didukung pemanfaatan teknologi tanpa tanah seperti otomatisasi untuk pemberian nutrisi, pengamatan kualitas air dan udara, serta pencahayaan.
Selain itu terdapat hidroponik dan kecerdasan buatan untuk memperkirakan perumbuhan tanaman, panen, serta diagnosis kesehatan tanaman. Melalui sistem ini memungkinkan pertumbuhan tanaman dalam lingkungan terkontrol sepenuhnya.
"Ini memungkinkan pertanian dilakukan di dalam ruangan, terlindung dari variabilitas cuaca dan tantangan lingkungan eksternal," jelas Andri seperti dikutip dari situs UGM.