Manusia harimau atau harimau cindaku merupakan cerita legenda dari Ranah Minang, sebetulnya juga ada di Jambi dan Bengkulu yang sarat dengan filosofi, kearifan lokal yang layak diangkat ke layar lebar.
Sewaktu saya kecil, saya sudah mendengar cerita tentang manusia harimau dari ibu saya ketika masih menempati sebuah rumah gadang, rumah tradisional panggung di kawasan Teluk Bayur bersama ayahnya dan kakak-kakaknya.
Suatu ketika dia melihat salah seorang kakak perempuannya melempar makanan dari jendela ke bawah menjelang maghrib, ternyata itu untuk datuk, sebetulnya adalah manusia harimau.
Bagi orang Minang, harimau cindaku ini terkait keluarga besar yang disebut kaum yang sebetulnya merupakan pelindung bagi keluarganya dari garis ibu (matrineal).
Sastrawan Minang Rosmein Kasim, harimau cindaku adalah kepercayaan lokal di Sumatera Barat dari manusia yang bisa berubah menjadi harimau.
Menurut penulis buku lelaki dan harimau tua ini, dalam sebuah kaum, ada pewaris harimau cindaku dari keturunan yang terpilih, sekalipun dia tidak menginginkan, tetapi dia tidak bisa menolak
Orang Minang sangat menghormati harimau, sehingga panggilanya Inyiak atau kakek dari kakek. Mereka tidak berani menyebut harimau.
"Di kampung Uda Os (panggilan kami pada Rosmein Kasim) dulu sudah kepercayaan, harimau itu suka tidur di tangga rumah. Bicara jelek atau tidak hormat terhadap harimau bisa membuat celaka," ujar Rosmein yang masih kerabat dengan ayah saya.
Harimau cindaku biasanya baik karena mereka berada di lingkungan keluarganya sendiri, karena biasanya dalam satu kampung merupakan satu kerabat, bahkan melindungi mereka.
Mereka yang diwariskan jadi manusia harimau sewaktu-waktu bisa berubah lalu menghilang. Anehnya orang-orang yang ada di sekitarnya tidak menyadari hilangnya dia.