Saya menamakan perempuan itu Ken Dedes. Perempuan membuat sejumlah raja di Jawa bertekuk lutut di kakinya. Bahkan siapa pun laki-laki yang terkena pesonanya seperti tersihir seperti melihat Medusa dan menjadi batu dalam mitologi Yunani.
Cerita menyebut enam laki-laki mati karena kutukan keris Mpu Gandring, ayah dari Ken Dedes. Siapa saja mereka? Saya menelusuri daftarnya, mulanya Tunggul Ametung suami pertama Ken Dedes yang menikahi paksa Ken Dedes dan membawanya ke Tumapel. Karena Ken Dedes, Ken Arok membunuh Tunggul Ametung dan memperistri Ken Dedes dan menyalahkan Kebo Hijo, rekannya sesama pengawal. Kebo Hijo dan Ken Arok sendiir, hingga anak-anak Ken Dedes, Anusopati dan Tohjaya, hingga Ki Pangalasan orang yang membantu Anusapati membunuh Ken Arok dengan keris.
"Semua mati bukan karena keris itu tetapi karena Ken Dedes!" ucap saya.
Perempuan itu hanya tertawa kecil vickers luger teracung kepada saya dan Gunadi, Sersan KNIL. Saya, wartawan sebuah surat kabar Tanah Air menjawab pertanyaan yang dilontarkannya mengenai peristiwa yang terjadi di Kerajaan Singasari berabad-abad yang silam.
Malam ini 2 Agustus 1949, kami jadi tawanan perempuan ayu berkulit hitam manis itu. Kami berdua terikat di tiang rumah kecil yang terbengkalai di dekat Desa Peniwen.
Dia mengenakan rok dan kemeja cokelat yang kumuh penuh debu. Tetapi di mata saya dia justru makin memikat. Takut atau tidak? Saya takut mati, tetapi kalau di tangan dia? Entah mengapa jantungku jadi berdebar. Saya mengenalnya.
Di dekat kami terkapar Kopral KNIL Bintang dengan kepala berlubang akibat tembakan akurat dari jemari perempuan itu. Bintang hanya sempat menoleh ketika perempuan itu masuk dan langsung menembak tanpa sempat membalas. Tubuh besarnya rontok, seolah-olah dia bintang jatuh dari langit,
Gunadi tidak sempat mengambil sten yang disandarkan ke dinding ketika Ken Dedes melemparkan sangkur dengan tepat ke pahanya dan pria bertubuh besar itu jatuh terjengkang. Lalu perempuan itu mengacung vickernya kepada diriku meminta saya duduk.
Dia kemudian mengikat kedua tanganku di tiang rumah itu disusul Gunadi yang pingsan akibat kepalanya terbentur. Kemudian mengikatnya denganku.
"Kamu kan Kemala, pandu Ansor, anak MULO Malang?"