Tiga Belas: Pesta Terakhir Kumpeni
Adolf Badu, Jan Pieter Van De Bosch, Overste Vermeulen Kriger. Kapten Raymond, Letnan Cornelius Hendrickson, Vaandrig August Tiedelman, Mujitaba, Tumegung Waluyo, Raden Slamet mengadakan rapat kilat. Radar sudah menangkap iring-iringan armada Nusantara menuju mereka.
"Oke, kita siapkan tiga fregat, kapal selam Leviathan, Tiga kapal selam kecil dan Tiga pesawat tempur. Tapi pengangkutan dipercepat," pinta Vermeulen. "Kami sudah kehilangan seratus lima puluh serdadu dan seratus lima puluh robot sejak Tanjung Jakarta. Setelah mengangkut biji Ultra itu dan ikan QQ ke Kapal Ruang Angkasa Gagak , segera pergi. Kau Slamet, Adolf, Mujitaba ikut kami, karena kau sudah ketahuan."
Ketiganya mengangguk.
Mereka tiba di pulau Farid, salah satu dari kepulauan yang saling berdekatan paling berjarak 5-10 kilometer, namun punya kedalaman air laut rata-rata satu-dua kilometer.
Raya dan Sono menatap mata Mujitaba. Sebetulnya Raya bisa melindungi dengan perisai. Namun ia tidak bisa melindungi Sono yang dipisahkan sejarak lima ratus meter. Mujitaba mentap Raya.
"Kau tunangan Gregorius Hendro itu, ya?" cetusnya dengan wajah bengis. "Itu rupanya membuat kau kemari. Tahu tidak? Aku yang menusuk tenguknya dengan belati ini."
Mujitaba memperlihatkan belati penuh ukiran nama. "Ini orang-orang yang kupateni dengan belati ini ada dua puluh orang, sebentar lagi dua puluh satu. Namamu akan diukir di dekat nama tunanganmu."
Raya diam saja. Tetapi amarah makin berkecamuk di dadanya.
"Mayat korbanku selalu dihanyutkan di laut. Khas Lanun Hitam!" ujarnya.