Lihat ke Halaman Asli

irvan sjafari

TERVERIFIKASI

penjelajah

Yura Yunita dan Isu Perempuan dalam "Tutur Batin"

Diperbarui: 8 Maret 2022   23:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yura Yunita-Foto: Kumparan.

"Saya berani mengutarakan semua inner voice saya lewat musik, dari pengalaman pribadi, dan juga dari pengalaman-pengalaman orang-orang yang ada di sekitar saya. Jadi benar-benar dari pengalam sendiri dan orang-orang yang saya cintai." Yura Yunita dalam wawancaranya dengan "Hapersbazaar" tayang 18 Februari 2022 (1)

Penyanyi Yura Yunita merilis video musik "Tutur Batin" dari album ketiganya secara resmi  di Youtube  pada 7 Maret 2022.   Video ini lebih mirip film pendek dibuka dengan adegan di meja makan seorang anak bernama Riana mengungkapkan niatnya untuk belajar menari untuk persiapan ikut lomba.

Kedua orangtuanya mulanya memperhatikan, tetapi akhirnya seperti mengabaikan ketika saudara kandungnya membawa piala Juara Pertama Lomba Bahasa Inggris dan ditimpalinya ibunya membanggakan keluarga.  Riana pun terpukul hingga sempat kehilangan kepercayaan dirinya.

Bagaimana kabar diriku/Baik-baik saja/Sedikit takjubku namun nyatanya sudah kuduga/ Kau yang kesana kemari/Kau anggap aku tak cukup/Semua langkahku kucoba kau tutup.  Yura mulai melantun pelan-pelan  tetapi menyentuh, cukup menyelami perasaan Riana.

Kemudian adegan bergulir pada karakter kedua video ini  bernama Tata. Karena badannya dianggap tidak memadai (gemuk)  membuatnya tidak percaya diri.  Ketika di sebuah kafe kedua kawannya berswafoto memotong gambar dirinya (cropping) hingga ketika dishare foto itu tak tampak.

Karakter ketiga bernama Muti, korban kekerasan dalam rumah tangga. Suaminya sudah selingkuh gemar memukul istrinya, bahkan di depan anaknya yang bersembunyi di balik lemari kayu.

Tiga karakter ini menggambarkan kritik sosial yang dalam.  Yang pertamanya sebetulnya tidak hanya pada anak perempuan, anak laki-laki ada hal yang mengalami hal yang sama dibanding-bandingkan dengan saudaranya yang dianggap  membanggakan keluarga.

Yang kedua, korban konstruksi kapitalisme tentang kecantikan, seperti putih, langsing dan berdandan kosmetik yang sudah ditanamkan puluhan tahun di media massa lewat iklan produk kecantikan hingga film dan sinetron.  

Sudah banyak kritik tentang hal ini, namun tetap saja kalah dengan panetrasi media terkait kecantikan yang lebih gencar dan bahkan kini dalam  media sosial, termasuk dikampanyekan influencer  perempuan.

Begitu juga dengan masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga  (KDRT), yang sebetulnya sudah mulai mendapat perhatian termasuk laki-laki sendiri di tengah masih kuatnya budaya patriaki.  Masalahnya untuk menjadikannya regulasi tidak semudah itu, karena bias dengan berbagai kepentingan politik, yang saling mencurigai bahwa masing-masing pihak (pro dan kontra)  menyimpan agenda tersembunyi.  Saya kira sulit terwujud.

Satu-satunya cara mengatasi masalah itu, iya perempuan harus mandiri secara ekonomi dan mental. Iya, kalau tidak ada yang menerima akan bentuk tubuh, cari kawan yang menerima. Kalau merasa ditindas oleh laki-lakinya, iya pergi saja (cerai) dan untuk itu harus mandiri secara ekonomi dan siap melawan stigma terhadap janda. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline