Lihat ke Halaman Asli

irvan sjafari

TERVERIFIKASI

penjelajah

Cerita Pelaku UKM di Kepulauan Seribu dan JNE

Diperbarui: 12 Desember 2021   16:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suku Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Sudin PPKUKM) Kepulauan Seribu mencatat, hingga Desember 2020 terdapat memiliki 1.673 IKM dan UKM binaan, terdiri dari 410 Industri Kecil Menengah (IKM) yang dilakukan pembinaannya sejak 2015 lalu, dan 1.263 Usaha Kecil Menengah (UKM).

Unit usaha paling banyak dijalani warga Kepulauan Seribu mulai dari pengolahan makanan ringan, pengolahan makanan hasil laut, pembuatan berbagai produk makanan berbahan dasar hasil laut, usaha kuliner dan restoran.

Tantangan yang dihadapi para pelaku UKM ini semakin besar. Kebanyakan dari mereka mengandalkan wisatawan dari Jakarta yang singgah ke pulau mereka.  Baru belakangan ini terutama setelah terjadinya pandemi, mereka mencoba kemungkinan lain memperluas ekspansi pasar ke seberang laut.

Salah seorang di antara pelaku UKM, terdapat nama  Indayanti (57 tahun) yang bermukim di Pulau Untung Jawa.  Sejak 2010, Inda mengelola keripik sukun  meneruskan usaha almarhum neneknya, Hj. Kurdi. Dulu di pulau Untung Jawa banyak pohon sukun. Sayangnya  belum ada yang bisa olah.

"Nenek saya orang pertama yang membuat keripik sukun. Seiring berjalan waktu mulai banyak yang ikut produksi," ungkap ibu dari 3 anak dan nenek satu cucu dalam sebuah wawancara dengan Whatsapp, 30 November 2021 kepada saya sebagai jurnalis majalah peluang online.

Inda menjual produknya dengan harga per pcs (100gr) Rp12.000.  Keripiknya memiliki 5 varian rasa original, balado, jagung bakar, keju, BBQ, selain rasa original.   Diperkuat dengan tiga karyawan tetap Inda memproduksi berdasarkan ada pesenan dengan  3 karyawan tetap.

Untuk buah sukun 2x musim dalam 1 tahun, 1 x musim biasanya kira-kira kami bisa produksi paling banyak sampai 1.000 lebih pcs. Omzet rata-rata  1x musim itu  Rp12 juta (sebelum pandemi). Namun sewaktu pandemi omzet itu terganggu, namun masih bisa jalan karena adanya penjualan secara daring.

Berkat, jasa perusahaan ekspedisi JNE, Inda mampu melayani pemesan yang tidak saja berasal dari Jakarta, tetapi  Bandung, Jawa Barat, Medan, Sumatera Utara, Bangka Belitung, Bengkulu, Yogyakarta, hingga Madiun di Jawa Timur.  

Dia mengaku juga dibantu oleh program Jakpreneur  sejak 2019 yang memberikannya akses pelatihan tentang pemasaran, packaging dan sebagainya. Dan juga terkadang bisa dapat bantuan modal.

Apa yang dialami Ibu Inda, membuktikan bahwa untuk memberdayakan UKM perlu kolaborasi berbagai pihak. Selain ekosistem digital sudah merupakan keniscayaan bagi semua pelaku usaha, bahkan sampai tingkat mikro sekalipun, juga diperlukan jasa ekspedisi yang mumpuni.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline