Lihat ke Halaman Asli

irvan sjafari

TERVERIFIKASI

penjelajah

Perang Padri: Adu Benteng di Ranah Minang (3)

Diperbarui: 16 Mei 2021   00:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Benteng Dalu-dalu---Foto: gapuranews.com

1834-1837 Perebutan Benteng Bonjol

Selama tujuh bulan sejak Plakat Panjang, Belanda diam-diam mempersiapkan militernya.  Yang disayangkan Kaum Padri mengundurkan kewaspadaannya dan abai terhadap pertahanan mereka. Padahal Belanda sudah beberapa kali  menggunakan taktik "ambil nafas" ini, tetapi Kaum Padri tidak belajar.

Pada tengah malam 3-4 Juni 1834  Tentara Belanda menyerang Pantar dan Matua. Pasukan Padri kalang kabut karena banyak kubu pertahanan  yang tidak lagi digunakan. Sekalipun tidak sehabat waktu September 1833, pertempuran kembali berkobar.

Dalam pertempuran di Padang Lawas pada 7 Juni 1934  pasukan Padri mampu menewaskan dua opsir Belanda, yaitu  Kapten infanteri F. Roth dan  Letnan Satu infanteri  P. Potters.

Komandan Tentara Belanda Bauer menduduki Matua dan Bamban  mendirikan pos yang sangat strategis untuk penyerangan ke Benteng Bonjol.  Dataran Tinggi Padang harus ditundukan dengan cara mengepung Bonjol, pertahanan Kaum Padri.

Dengan jatuhnya dua kawasan ini jarak antara pos militer Belanda dengan pertahanan terdepan Padri di Sipang hanya 9 kilometer.  Hubungan Bonjol-Maninjau putus dan menyulitkan Kaum Padri mengadakan koordinasi.  Namun Kaum Padri segera memperkuat pertahanan di Sipisang. Belanda memilih defensif selama 10 bulan sambil menunggu bala bantuan dari Lubuk Agam.

Pada malam 20 April 1835, dua pasukan yang dipimpin oleh Mayor Prager dan Kapten Kraft meninggalkan Bamban dan Matua. Pertentangan sengit pertama dihadapi di Padang-Lawas, yang harus diduduki sebelum maju menuju Bonjol yang bertetangga.

Belanda berhasil merebut Padang Lawas, termasuk Sipisang  dengan korban 12 orang tewas dan 72 luka-luka.  Sekarang kota utama, Bonjol, menjadi lebih terbuka untuk diserang. Pasukan Belanda menempatkan alteleri-alteleri berat di Sipisang.

Pada awal 1835 pengepungan Bonjol mulai itu dilakukan di bawah pimpinan Jenderal Cochius, perwira tinggi yang ahli dalam strategi Benteng Stelsel dan punya pengalaman dlam Perang Diponegoro.  Namun Kaum Padri di bawah pimpinan Tuanku Imam Bonjol telah menyatukan seluruh kekuatannya di sini hingga sulit bagi Belanda.

Bonjol sendiri dikelilingi oleh tembok pembatas, berbentuk persegi panjang, tiga sisinya dikelilingi oleh dua lapis tembok pertahanan setinggi sekitar 3 meter. Di antara dua lapis tembok dibuat parit dalam dengan lebar 4 meter.

Dinding luarnya terdiri dari batu-batu besar dengan teknik pembuatan yang hampir sama dengan benteng-benteng di Eropa dan di atasnya ditanami bambu runcing panjang yang ditanam begitu rapat sehingga orang Padri dapat mengamati bahkan menembakkan meriam ke arah pasukan Belanda.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline