Keberhasilan Batalyon Kujang, Siliwangi menumpas pemberontakan Kahar Muzakkar pada Februari 1965 membuat nama Kodam VI ini menjadi populer. Tiga tahun yang lalu Siliwangi yang juga mengakhiri pemberontakan Darul Islam Kartosuwiryo. Operasi Pagar Betis yang membuat tertangkapnya Kartosuwiryo dirancang oleh Ibrahim Adjie, Pangdam Siliwangi VI (1960-1966)
Kemenangan Siliwangi bukan hanya unjuk keterampilan militer, tetapi juga memberikan contoh memahami masyarakat di daerah tempat mereka bertugas. Para perwira dan prajurit kerap ikut salat berjamaah di musala, hingga bersedia makan apa adanya dan bersahaja.
Peringatan 19 tahun Bandung Lautan Api di Alun-alun Bandung pada 24 Maret 1965 menjadi istimewa karena bukan hanya kegiatan pawai obor, pemadaman lampu seperti rutin perayaan sebelumnya, tetapi penyambutan kedatangan Batalyon 330 Kujang. Selama upacara ribuan warga Bandung berseru: "Hidup Siliwangi!"
Perayaan Bandung Lautan Api juga dirayakan mulai dengan pementasan wayang golek semalam suntuk hingga pementasan para mahasiswa yang tergabung dalam Departemen Kesenian Universitas Padjadjaran dan Ensamble Rumaris menghidupkan kembali peristiwa itu ke atas pentas, dalam bentuk paduan suara gerak serta mimik, di Geudng Dwiwarna pada 3 April 1965.
Seorang mahasiswa Unpad bernama Ade Kosmaja membuat sebuh puisi panjang dibuat di Pikiran Rakjat 20 Mei 1965 antara lain syairnya:
Siliwangi Prabu jang dihormati segala umat/Mati untuk hidup jang abadi/Pilihlah mati demi geni demi kedjajaan esok harik/Akan masih bisa mengisap bau kemenjan/bau bumi dan kulit pohon
Perayaan HUT Kodam Siliwangi ke 19 di Lapangan Tegallega pada 20 Mei 1965 menjadi seremoni yang memikat warga Kota Bandung. Selain dihadiri Pangdam Ibrahim Adjie, upacara dihadiri oleh para pahlawan operasi kilat yang menumpas Kahar Muzakkar, seperti Kolonel Solichin, Mayor Yogi S Memed, Mayor Djajadi, Lettu Umar Sumarnda dan Kopral Satu Sadeli yang menembak Kahar Muzakkar.
Dari pusat hadir, Chaerul Saleh yang membacakan amanat dari Presiden Sukarno, serta Panglima Angkatan Darat Ahmad Yani. Dalam amanatnya, Sukarno mengakui tanpa adanya kekuatan militer dan fisik yang ril di bidang pertahanan dan keamanan, maka dalam abad sekarang ini dengan intervensi dan subversinya neokolim, kita tidak dapat berdirikari di bidang ekonomi, bebas di bidang politik dan kepribadian dalam bidang kebudayaan.
"Saya tahu darma bakti Siliwangi tidak sedikit dalam revolusi," kata Sukarno.
Selain upacara, perayaan HUT Kodam Siliwangi diwarnai oleh pawai rakyat yang berlangsung sore harinya. Malamnya di alun-alun digelar pementasan Esa Hilang Dua Terbilang. Hadir pesinden kondang masa itu titin Fatimah dan Itjar Winrasih.
Popularitas tentara tampaknya berbanding terbalik dengan citra Partai Komunis Indonesia yang makin memburuk. Di kalangan mahasiswa, HMI Bandung pada Maret 1965 berseru anggota mempertinggi kewaspadaannya. Jangan bertindak sendiri-sendiri dan tidak terpncang oknum kontrarevolusi.