Lihat ke Halaman Asli

irvan sjafari

TERVERIFIKASI

penjelajah

"Habibie & Ainun 3", Kisah Romantis Ainun Muda

Diperbarui: 25 Desember 2019   02:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Adegan dalam Habibie & Ainun 3-foto: CNN/MD Pictures

"Berada dalam frekuensi yang sama", merupakan kalimat kunci yang kerap diucapkan Habibie dalam film "Habibie & Ainun 3". Film yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo ini menjadi penutup manis trilogi kisah pasangan Mantan Presiden RI BJ Habibie dan Hasri Ainun Besari. 

Sekuel pertama berkisah tentang perjalanan hidup BJ Habibie dan Ainun mengarungi bahtera rumah tangga sejak pertemuan pertama hingga meninggalnya Ainun, dengan setting waktu 1960-an hingga  2000-an.  

Sekuel kedua Rudy Habibie bercerita soal kisah teknokrat semasa kuliah di Jerman lengkap dengan kisah cintanya dengan Ilona, seorang perempuan Polandia.

Nah, pada trilogi ketiga ini fokus pada Ainun sejak masa kecil hingga kuliah di Fakultas Kedokteran UI, lengkap dengan kisah cintanya sendiri dengan seorang mahasiswa Fakultas Hukum UI bernama Ahmad.

"Eyang Putri juga pernah punya pacar lain?" usik seorang cucu Habibie. Habibie pun menjawab dengan santai hal itu sebagai hal yang biasa saja dan manusiawi.

Film ini dibuka di rumah BJ Habibie (diperankan BJ Habibie asli ketika masih hidup), ketika keluarga besar sedang berkumpul.  Dari meja makan hingga ruang keluarga, kisah kehidupan Ainun muda (Maudy Ayunda) diungkapkan melalui kilas balik.

Dari segi sejarah, setting yang dimulai dari era 1955 di Kota Bandung, ditandai dengan gegap gempita Pemilu Pertama, pamflet Partai Masyumi, PNI, PSII di tembok gang, serta baliho Konferensi Asia Afrika. Tentunya juga Sekolah Menengah Atas Kristen (SMAK) Dago tempat Habibie dan Ainun pernah belajar.

Begitu juga suasana kota Bandung yang masih banyak orang Belandanya (mereka baru meninggalkan Indonesia setelah persoalan Irian Barat menjadi isu nasionalisasi). Adegan Habibie nyaris ditabrak mobil sedan yang dikendarai orang Belanda mewakili hal itu.

Sayang, sekolah ini harus berakhir karena tegerus sengketa internal, padahal termasuk mempunyai sejarah bukan karena terkait dengan Habibie dan Ainun, tetapi SMAK ini memberikan kontribusi bagi perkembangan seni dan budaya dan juga pendidikan warga Bandung. Pertunjukan musik klasik, musik modern, hingga balet kerap dipertunjukan lyceum, nama aula SMAK ini.

Seandainya saja gedung Lyceum tidak dibongkar, maka syuting film ini seharusnya dilangsungkan di tempat aslinya. Dalam film ini pesta perpisahan SMAK Dago dilangsungkan di aula.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline