Keberadaan hutan dalam kota memberikan manfaat sejumlah ekologis bagi waga kota, seperti menyerap polutan, termasuk bau, kebisingan, mengurangi bahaya banjir, memelihara air tanah hingga memberikan kesempatan bagi satwa liar menjadi habitatnya. Hutan kota juga memberikan manfaat lain bagi warganya seperti rekreasi bersama keluarga, meredam stres bahkan juga kesehatan.
Kedua fungsi ini yang saya rasakan ketika mengunjungi hutan kota Babakan Siliwangi (Baksil), Bandung bersama rekan saya Widya Yustina pada Selasa (13/11/19). Hutan seluas 3,8 hektare ini ditata dengan apik. Pembangunan jembatan dari kayu untuk berjalan kaki (forest walk) bagi pengunjung sambil menikmati panorama merupakan strategi yang pijak, sebab tidak mempunyai banyak pengaruh untuk penyerapan air di tanah.
Sementara di bagian bawah ada spot khusus untuk pedagang kaki lima, hingga pengunjung bisa bersantap sehabis lelah mengelilingi hutan. Kami melihat sejumlah keluarga memanfaatkan bangku untuk duduk dan makan. Menurut rekan saya Widya, yang membangun jembatan ini visioner, jalannya melingkar seperti angka delapan.
Saya sependapat, bukan saja mereka datang bersama rombongan, tetapi tempat ini juga enak untuk menenangkan diri pada spot tertentu.
"Tanpa terasa kita sudah berjalan 4,3 kilometer berkeliling," ucap dia.
Konsep jembatan ini sebetulnya mirip dengan yang dilakukan Wali Kota Bandung semasa dijabat Ridwan Kamil ketika membangun Cihampelas Walk. Hanya jembatan kayu yang dibangun di Baksil ini saja lebih artistik, melingkar dan bertingkat-tingkat seperti jalur jet coster.
Menurut berapa berita mulanya forest walk Baksil ini berada dalam dua titik berbeda. Titik pertama lokasinya berada di bagian atas Baksil atau menuju Kebun Binatang Bandung. Sementara kedua berada di bagian bawah membentang sepanjang jalan menuju Sabuga dari arah Taman Teras Cikapundung. Namun kini keduanya dilebur menjadi satu bagian. Panjangnya sekitar dua kilometer. Integrasi yang cerdas.
"Ada berapa spot yang licin dan agak curam,panats saja dilarang untuk jogging," kata Widya mengingatkan saya yang terlalu terburu-buru berjalan. Dia juga menunjuk ada berapa lubang di jalan kayu. Entah oleh sebab apa.
Sayangnya, di beberapa tempat masih ada tangan jahil yang mengukir nama dia dan pasangannya, misalnya pada sebatang bambu dilakukan oleh seorang anak muda. Untuk apa? Belum tentu jadi pasangan. Selain itu ada beberapa tempat tampak terbengkalai, seperti spot tempat pertunjukan.