Sejak petang, Selasa 31 Desember 1963 hujan gerimis terus turun menyirami Kota Bandung. Namun bagi orang yang berada tidak terhalang untuk berpergian ke tempat pesta di luar rumah yang diadakan kelompoknya masing-masing. Sekitar pukul 22:00 bulan menampakan dirinya untuk beberapa saat di atas kota Bandung dan setelah itu menghilang.
Suasana temaram dengan cuaca yang tidak terlalu baik, tidak menjadi penghalang bagi orang berada u tetap merayakan tahun baru dengan dansa, gaya hidup masa itu bagi kalangan ini. Sementara kalangan orang yang tidak mampu- sebagian besar warga Bandung sebetulnya-merayakannya dalam suasana prihatin.
Akhirnya tepat pada jam 00:30 menurut peraturan waktu lama atau 00:00 menurut peraturan waktu baru semua orang yang merayakan tahun baru berhenti sejenak untuk bertoast selamat tahun baru.
"Sejenak saya meghilangkan pikiran-pikiran hidup pada hari-hari yang lewat," cetus seorang pegawai menengah yang juga tutur meriahkan malam terakhir di Lobi Hotel Preanger. Ini tempat yang paling meriah pada malam Tahun Baru 1964. Biduan kondang Titiek Puspa dan Mus Mualim menjadi pengisi acara di hotel ini.
Kemeriahan juga terjadi Grand Hotel Lembang yang mendapat kunjungan dari warga berada Kota Bandung dan juga dari Jakarta. Hotel ini menawarkan layanan malam dansa, bahkan disediakan ruangan dansa dua band. Kemeriahan juga terjadi di Bumi Sangkuriang, Karang Setra dan Lobby Hotel Homman.
Seorang Kolomnis di Pikiran Rakjat, Trisnajuwana menulis dalam rubrik 'Todongan Malam Minggu' Pikiran Rakjat, edisi 16 November 1963 mengungkapkan bahwa Deklarasi Ekonomi yang dicanangkan Pemerintah Sukarno tidak perlu diragukan lagi, tetapi bagaimana dengan pelaksanaannya?
Yang tampak hanya kemakmuran sebagian kecil orang yang punya rumah di pinggir jalan kota besar. Mereka memiliki sepeda motor merek Honda, Yamaha, Suzuki, DKW, Vespa, Lambretta hingga Harley Davidson. Ada juga yang memiliki Mazda, Suzulight (harganya dua kali skuter), Austin, VW, Jaguar, Impala, semua ada. Begitu juga ada pakaian, sepatu mewah tersedia di toko besar.
Orang Kaya Modal (OKM) dan Orang kaya Baru (OKB) menempuh jalan modalismedan selewengisme bertentangan dengan sosialisme Indonesia yang sedang kita perjuangkan..
Sebetulnya sudah ada upaya untuk mengurangi penderitaan rakyat kecil menjelang akhir 1963. Misalnya pada 15-31 Desember 1963 Pemerintah Kota Bandung menggelar penjualan nasi murah denga harga Rp7 per bungkus. Penjualan nasi murah ini menghabiskan 123 ton beras. Namun tidak terlalu banyakmembantu.
Kriminalitas, Pelacuran dan Judi Ujeng