Pada 17 Maret 1963, Gunung Agung di Pulau Bali meletus dengan dahsyat. Sekalipun kabar dampak letusannya terlambat menyebar, tetapi dengan cepat menjadi headline sejumlah media massa menggeser Konfrontasi Malaysia dan Deklarasi Ekonomi yang dicanangkan Pemerintahan Sukarno.
Tanda-tanda bencana mulai terasa pada 18 Februari 1963, ketika ada kepulan asap yang membumbung dari puncak Gunung Agung. Lahar mulai mengalir keluar pada 24 Februari. Letusan itu memuntahkan lahar dan bebatuan hingga 8-10 kilometer ke udara.
Dalam konferensi pers di Surabaya, Sabtu 25 Maret 1963 Ketua PMI Jawa Timur Dr Angka Nitisasttro mengumumkan jumlah korban tewas mencapai 11 ribu orang (1), yang dirawat di rumah sakit karena luka parah 150 orang dan 77 ribu orang diungsikan. Sebanyak 33 ribu warga Bali belum tertolong karena tertutupnya akses jalan .
Angka menyebut ada sebuah desa bernama Sronggah yang terletak tak jauh dari Puri Bekasih berpenduduk sekitar 1900 jiwa. Dari jumlah itu hanya 900 yang berhasil ditolong. Desa-desa sekitar Gunung Agung terus dihujani abu dan kerikil sebesar kepala . Hujan besar membuat keadaan lebih runyam dan membuat banjir besar.
"PMI sudah menyerahkan bantuan obat-obatan sebanyak 150 ton yang diangkut oleh pesawat AURI," kata Angka sehabis melakukan peninjauan ke Bali.
Kerugian fisik lebih berat lagi. Sawah dan ladang seluas 30 ribu hektare mengalami kerusakan, serta puluhan ribu ternak musnah.
Rakyat Jabar Tergugah
Hanya selang berapa hari setelah ketahui secara luas, bencana Gunung Agung ini menggugah hati nurani para pejabat hingga rakyat jelata di Jawa Barat. Padahal provinsi ini baru saja dilanda bancana bertubi-tubi, seperti banjir besar yang melanda Priangan Utara, wabah cacar yang belum juga bisa diatasi, hingga kehidupan ekonomi yang semakin sulit.
Wakil Gubernur Jawa Barat Astrawinata mengumumkan penyelenggaran Dompet Banjir di empat suratkabar di Bandung, ditutup pada Kamis 28 Maret 1963. Sebaliknya Dompet untuk Gunung Agung pun dibuka .
Dalam satu hari pembaca Pikiran Rakjat mampu mengumpulkan dana sebesar Rp27.478. "Ajo Hari Ini Datanglah ke PR Sumbanglah Rakjat Bali". Pada 8 April 1963 jumlah sumbangan mencapai Rp1,398.714 juta. Namun jumlah ini yang terdaftar, yang belu terdata kalau dijumlahkan Rp 2 juta.
Pada akhir Maret 1963 Kementerian P &K, didukung organisasi pelajar dan mahasiswa menyerukan "Gerakan Serupiah untuk Gunung Agung". Setiap pelajar menyumbangkan satu rupiah untuk korban bencana itu.