Empat ABG cewek melakukan dance energik dan ciamik di atas panggung diiringi musik hingar bingar. Aksi mereka memukau ratusan penonton yang memenuhi gedung pertunjukkan. Di antara para penonton terdapat seorang ibu dan seorang anak perempuan tujuh tahun, Ara: berteriak nyaring menyebut nama teteh Euis, salah seorang dari empat ABG itu dan menyemangatinya.
Euis (Zara JKT 48) dan kawan-kawannya menyabet juara I Jakarta Dance Competition ke 6. Namun dia kecewa melihat bangku kosong, Abahnya tidak datang menyaksikan pertunjukkannya.
Opening scene dari film Keluarga Cemara sekaligus juga intro kepada penonton bahwa ini Keluarga Cemara "Zaman Now". Film yang disutradarai oleh Yandy Laurens itu diangkat dari sinetron tahun 1990-an bertajuk sama karya Arsewendo Atmowiloto. Tentunya dengan intepretasi baru.
Sukar membayangkan bahwa keluarga Abah, Emak dan tiga anak perempuannya kondisi 1990-an sama bersahajanya dengan era sekarang. Becak saja yang jadi ikon Abahnya, Arsewendo Atmowiloto baik versi cerpen serial maupun sinetron sudah langka pada era sekarang.
Selain itu "zaman now," meminjam istilah anak era milenial, buruh pun sudah lazim pakai ponsel cerdas karena sudah terjangkau. Itu baru gaya hidup secara fisik, belum lagi soal perempuan sosial dan ekonomi dan aspek lain.
Abah (Ringgo Agus Rahman) adalah seorang kontraktor yang awalnya mapan, punya rumah mewah dan sebuah mobil. Setiap pagi Abah mengantarkan kedua anaknya Euis dan Ara (Widuri Sasono) dan Emak (Nirina Zubir) dengan salam yang khas dan kocak. Sayang karena kesibukan pekerjaannya, Abah kerap abai hadir di kegiatan penting anak sulungnya Euis. Bukan hal aneh bagi keluarga kelas menengah.
Roda berputar seratus delapan puluh derajat. Abah bangkrut, karena kesalahan bisnis yang dilakukan rekan kerjanya. Rumah dan mobilnya disita. Abah membawa keluarganya pindah ke rumah warisan orangtuanya di pedalaman Bogor. Euis dan Ara harus pindah dari sekolah mahal ke sekolah negeri.
Perubahan habitat kehidupan tidak membuat Ara kehilangan keceriaannya, malah dia asyik dengan aktivitasnya di kegiatan teater sebagai pohon cemara. Tetapi berbeda dengan Euis yang lebih biasa hidup mapan. Saya suka dengan adegan betapa canggungnya Euis ketika masuk kelas di mana perilaku muridnya berbeda dengan sekolahnya di Jakarta, hingga harus menjual opak mencari penghasilan tambahan buat keluarganya.
Sementara Abah menjadi buruh bangunan untuk menyambung hidup keluarganya. Sampai suatu ketika ia mengalami kecelakaan. Di rumah itu ada becak peninggalan keluarganya. Becak itu hanya sebagai perabot dan hanya digunakan untuk hiburan. Dalam satu adegan becak itu digunakan seorang saudara Abah untuk membawa Emak yang akan melahirkan Agil.
Berbeda dengan versi sinetronnya Abah tidak menjadi tukang becak, tetapi tukang ojek daring. Ini Abah zaman now. Intepretasi yang bagus.
Bagaimana perjuangan keluarga ini melalui semua cobaan tidak jauh beda dengan versi sinetronnya. Pesan yang saya tangkap zaman boleh berubah dengan kemajuan teknologinya, yang kerap membuat asing antar anggota keluarga. Kehidupan bisa berubah drastis secara ekonomi, tetapi harta yang paling berharga adalah keluarga, seperti lirik dalam soundtrack film ini dan juga sinetronnya.