Lihat ke Halaman Asli

irvan sjafari

TERVERIFIKASI

penjelajah

Perpustakaan Nasional untuk Edukasi, Rekreasi, dan Sosialisasi

Diperbarui: 17 Mei 2018   18:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perpustakaan Nasional (Foto: Travel.kompas.com).

Kalau tidak sengaja baca tulisan Kompasianer bernama Dora Melisa , saya tidak "ngeh" pada 17 Mei 2018 ini genap sudah Perpustakaan Nasional RI berusia 38 tahun. 

Padahal sejak 1990-an saya sudah menjadi anggota perpustakaan dan berupaya menyediakan waktu untuk berkunjung sesibuk apa pun pekerjaan. Saya sampai mencantumkan hobi di CV yang saya kirim untuk melamar pekerjaan: Movie (menonton film), Travelling (wisata) dan Library (bertandang ke perpustakaan).

Pada masa itu letak Perpustakaan Nasional di Salemba benar-benar menyenangkan bagi saya ketika punya waktu sehabis suntuk dengan pekerjaan. Kebetulan saya juga suka ke Pusat Kebudayaan Prancis yang waktu itu juga di Salemba untuk kursus atau nonton film Prancis, juga mengunjungi perpustakaannya. Ketika Pernas tutup, saya lanjutkan membacanya ke CCF yang tutup lebih sampai tujuh malam. Tinggal jalan, menyeberang lewat jembatan.

Perpustakaan punya tiga fungsi untuk saya. Pertama untuk edukasi, mulai kebutuhan kuliah saya di Jurusan Sejarah UI waktu itu, kemudian dilanjutkan untuk keperluan pekerjaan sebagai jurnalis untuk mencari bahan untuk tulisan tertentu hingga sekarang.

Termasuk juga untuk keperluan menulis di blog Kompasiana ini, yang tujuannya agar ilmu yang didapat waktu kuliah dulu tidak hilang dan tetap bisa menjadi sejarawan walau tidak secanggih para dosen dan peneliti. Tepatnya: jadi sejarawan amatir J, "public history," cetus seorang kawan saya.

Kalau lagi mood untuk meneliti, saya tidak saja ke Lantai 3 (ruangan untuk buku umum), tetapi juga lantai satu (koran mutakhir), lantai 4 (audiovisual atau koran lama microfilm), Lantai 7 (majalah langka) dan lantai 8 (koran tua).

Petugasnya sampai hafal muka saya. Sayang ketika pindah ke Merdeka Selatan majalah langka masih belum buka, saya hanya di Lantai 8 (microfilm) untuk melanjutkan penelusuran soal sejarah kota Bandung yang rutin saya tulis.

Hebatnya lantai 8 itu disediakan bioskop mini bagi yang menonton film, namun belum saya coba karena waktu saya kian terbatas. CCF juga punya koleksi film Prancis,kadang Iran, Vietnam. Biasanya saya pinjam film bawa pulang dari CCF di mana saya jadi anggotanya. Nyambung dengan hobi saya lain menonton film.

Menjadikan film (bermutu tentunya) sebagai bagian perpustakaan inovasi dari Perpustakaan Nasional agar masyarakat, khususnya kaum muda suka ke perpustakaan. Saya sering lihat keluarga muda wara-wiri di sini. Tinggal tunggu waktunya saja koleksi filmnya mencapai ribuan dan kalau perlu film jadul yang diproduksi Indonesia, sudah direstorasi bisa ditonton dan juga koleksi film mancamegara.

Eksplorasi perpustakaan ini memberikan fungsi kedua bagi saya Fun (untuk rekreasi), sebetulnya juga mengasingkan diri ketika bte (saya sengaja gunakan bahasa gaul), semakin beragam perpustakaan semakin menyenangkan. Letih baca buku atau koran lama, ya, nonton film atau kalau koleksi audio untuk kaset juga komplit dengarkan lagi. "One Stop Shopping" ala literasi menurut saya.

Uuhh.. seandainya perpustakaan nasional bisa buka sampai malam, saya bisa betah di dalamnya. Toh, kantin ada, musala ada, toilet bagus, tinggal matiin hape deh...Kalau tidak mau diganggu oleh orang luar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline