Saya setuju dengan Kompasianer Dewi Puspasari bahwa Pengabdi Setan karya Joko Anwar layak mendapat 13 nominasi FFI 2017. Saya berkesempatan menyaksikan besutan Joko Anwar itu pada Rabu lalu di sebuah bioskop di Depok. Hasilnya film ini memang kuat untuk kategori minor seperti efek visual, penata musik, skenario adaptasi, soundtrack, hingga sinematografi, bahkan beberapa kategori utama.
Untuk pertama kalinya film horor Indonesia masuk nominasi FFI begitu dominan, mengingatkan saya pada The Exorcist (produksi 1973) yang mendapatkan 10 nominasi Oscar pada 1974 dan memenangkan dua di antaranya. Saya prediksi akan memenangkan beberapa kategori untuk minor dan mungkin juga sutradara atau kategori pemain cilik.
Prestasi ini membuktikan bahwa film bergenre horor kalau digarap serius bukan menjadi film yang sekadar hiburan. The Exorcist juga menjadi salah satu box office di Amerika Serikat pada masanya. Encyclopedia Americana mengakui film ini sebagai bagian penting dalam sejarah film Amerika Serikat.
Pengabdi Setan dipastikan akan masuk 5 besar box office Indonesia 2017. Dengan jumlah penonton sementara 1,1 juta menurut www.filmindonesia.or.id, maka di atas angka 1,5 juta bukan hal yang mustahil. Itu hitungan konservatif. Kemungkinan menembus 2 juta juga besar.
Paling tidak Pengabdi Setan akan menggeser The Doll 2 yang saat ini ada di urutan ke 5 dengan 1,2 juta penonton. Dua film horor lainnya Danur: I Can See The Ghost 2,7 juta penonton dan Jailakung 2,5 juta penoton berada pada urutan ke dua dan ketiga.
Posisi puncak ditempati Warkop DKI Reborn dengan 4 juta penonton. Surga yang Tak Dirindukan 2, sebuah film religi berada di posisi ke 4 dengan 2,5 juta penoton. Dengan hitung-hitungan ini praktis 2017 kebangkitan film horor Indonesia, dengan 4 film di atas satu juta penonton dan mendapatkan "tiga wakilnya" di 5 posisi box office atau 4 film kalau hitungannya 10 besar.
Bandingkan pada 2016 The Doll hanya meraih 550 ribu penonton dan jumlah tertinggi untuk film horor (berada pada urutan ke 15) dan Tarot pada 2014 meraup 329 ribu penoton pada urutan ke 11. Sejak 2013 tak satu pun yang masuk 10 besar.
Memang ada faktor dari film luar seperti Conjuring, Insidious, Anabelle dan sebagainya yang membuat film horor menjadi "pop art" ikut mendongkrak film horor Indonesia. Generasi milenia (yang mendominasi penonton bioskop) begitu bergairah menonton film horor.
Bagi mereka menonton horor jadi tren, bahan untuk ngerumpi di medsos dan selalu ingin mencari hal yang baru pada film horor. Kalau bagi saya pribadi menonton film horor adalah katarsis di tengah kejenuhan mendengar dan membaca berita politik (apalagi sebagai jurnalis terlibat di dalamnya) yang isinya kegaduhan dan lebih menakutkan daripada film horor itu sendiri.
Ketika saya menonton Annabellemencekam dari awal hingga akhir. Sementara Pengabdi Setan menyuguhkan "twist" (yang sulit ditebak) sejak pertengahan film hanya membuat saya gelisah di kursi apa yang terjadi pada para tokohnya.
Faktor kedua sudah terjadi perubahan dan inovasi di kalangan sineasi horor Indonesia yang tidak lagi menjual kemolekan dan sensualitas tubuh perempuan, tetapi juga pada kualitas cerita seperti yang pernah saya tulis di Kompasiana. Tampaknya para sineas yang ingin menggarap film horor benar-benar mendengarkan dan membaca kritik dan kecaman di media hingga blog.